Ketua LPA NTT, Veronika Ata S H.,M.Hum meminta kepada Jajaran Penyidik Polres Malaka dan Kejaksaan Negeri Atambua supaya menggunakan pasal berlapis dalam memproses kasus dugaan kekerasan sexual kepada anak dibawah umur yang saat ini terjadi di Kabupaten Malaka sesuai mandata UU Perlindungan Anak dan UU lain yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak.
Polres Malaka juga harus responsif terhadap korban dan ramah terhadap anak karena undang-undang mengatakan demikian bukan mengitimidasi anak. Kita berharap supaya pihak kepolisian benar-benar menerapkan undang-undang terkait di dalamnya dan menerapkan pasal berlapis sebagai mana kami sudah mengeluarkan statement bahwa banyak sekali regulasi yang ada.
Veronika Ata mengatakan hal itu kepada wartawan saat mengunjungi korban dan keluarganya di Umasukaer – Bakiruk – Kecamatan Malaka Tengah – Kabupaten Malaka, Rabu ( 11/5-2022).
” Tujuan kami ke Malaka untuk melihat dari dekat kondisi korban sekaligus bertemu dengan Kapolres untuk berdiskusi tentang pasal apa yang wajib hukumnya untuk di terapkan kasus ini, karena beberapa hari kami baca di salah satu media tentang pernyataan dari penasehat hukum bahwa kasus ini bukan pemerkosaan tetapi persetubuhan”
” Kami sudah bertemu korban dan kalau kita melihat dari kasusnya bukan sekedar persetubuhan anak di bawah umur tapi ada unsur perkosa dan eksploitasi seksual yang di atur dalam undang – undang tindak pidana kekerasan seksual. Kalaupun menggiring ke persetubuhan terhadap anak, apakah dia setuju atau tidaknya itu adalah tindakan kekerasan sexual yang wajib hukumnya untuk di proses hukum. Terhadap kasus ini upaya damai diluar pengadilan harus ditolak dan pelaku harus diberi hukuman seberat – beratnya”. tegasnya.
Dikatakannya, terkait penanganan kasus kekerasan terhadap anak di Malaka ini harus direspon secara cepat dan harus mendapatkan perhatian serius berbagai pihak karena kasus tersebut sudah menjadi perhatian nasional.
” Jangan sampai publik dan pengacara justru mau mengalihkan isu dan mempersalahkan korban. Ini tidak boleh karena tidak sesuai mandat UU Perlindungan Anak”, ujarnya.
” Kami dari LPA NTT harus merespon semua proses yang terjadi saat ini, termasuk bertemu anak untuk bisa berdialog dan melihat kondisinya, bersama keluarga untuk bisa memastikan langkah apa yang perlu kita tempu bersama untuk pemulihan korban dan meminimalisirkan dampak-dampak yang merugikan korban”
” LPA NTT juga akan berkoordinasi dengan berbagai pihak di antaranya elemen atau lembaga yang berkaitan dengan psikologis di tingkat lokal termasuk jejaring di tingkat nasional diantaranya LPA Indonesia untuk koordinasikan dab bekerjasama memberikan perhatian serius kepada korban . Jangan sampai kita hanya aktif pada tahap awal dan kemudian tidak di kawal. Saya pastikan LPA NTT tetap kawal kasus ini baik ditingkat lokal maupun nasional”
” Negara harus bertanggung – jawab untuk merespon korban karena regulasi dan undang – undang sudah mengatur bahwa tanggung jawab pemerintah untuk pemulihan korban itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Itu mandat Undang-Undang dan harus diperhatikan semua pihak” , tandasnya ( boni/yan)