Malaka – Ratusan Hektar sawah milik masyarakat pada beberapa desa di Kecamatan Malaka Barat dan Kecamatan Weliman – Kabupaten Malaka – Provinsi NTT gagal tanam dan terancam gagal panen karena mengalami kekeringan akibat kurangnya pasokan air irigasi dari Daerah Irigasi ( DI) Weliman.
Tiga hamparan sawah yang gagal tanam dan terancam gagal panen masing-masing di wilayah hamparan Tahak Loofoun, Tahak Lakulo dan Tahak Numea.
Tahak Loofoun melayani hamparan areal persawahan di desa Motaulun, Naas , Maktihan ( Malaka Barat ) dan Lakulo Kakeuktuik ( Kecamatan Weliman).
Tahak Lakulo melayani areal persawahan di desa Naas, Maktihan , Lakulo, Loofoun ( Malaka Barat)
Tahak Numea melayani areal persawahan di desa Kleseleon (Kecamatan Weliman) dan Motaulun, Naas , Maktihan ( Malaka Barat).
Bila Pemerintah tidak segera memperbaiki Empang ( Tahak) yang rusak dalam waktu dekat maka litani penderitaan petani untuk mengakses air irigasi dari DI Weliman terus berkepanjangan dan kelaparan akan merajalela bagi para petani di Malaka Barat dan Weliman.
Warga desa Naas- Kecamatan Malaka Barat, Martinus Leky ketika dijumpai wartawan di areal Persawahan Tahak Lakulo mengatakan dari luas lahan 1, 2 hektar sawah miliknya saat ini sudah dipastikan gagal panen karena tidak ada pasokan air irigasi dari DI Weliman karena rusaknya empang ( tahak).
Dia mengatakan selama ini empang itu dibuat secara swadaya oleh masyarakat tetapi saat ini sudah rusak dan tidak berfungsi tanpa upaya perbaikan dari pemerintah.
” Dalam MT 2 tahun ini saya sudah habiskan pupuk 8 karung , obat -obatan semprot Rp 1,2 juta , biaya tanam Rp 1,4 Juta belum termasuk biaya pengolahan lahan. Semua upaya sudah dilakukan tetapi tidak bisa selamatkan sawah yang ada karena tidak ada pasokan air irigasi sama sekali. Sawah saya sudah gagal panen karena tidak ada air dan padinya sudah mulai mengering dan mati”, ujarnya.
Warga Desa Naas lainnya,
Herman Klau saat ditemui wartawan di lokasi persawahannya mengatakan kesedihannya karena seluruh tanaman padi miliknya mulai mengering dan mati karena tidak ada air irigasi
” Sawah saya biasanya ambil air irigasi dari tahak Lakulo dan Tahak Loofoun tetapi air tidak bisa mengalir ke sawah karena rusaknya empang ( tahak). Tanah sawah saya sudah kering kerontang dan tanahnya terbelah dan padinya mulai mati”, ujarnya sedih.
” Sebagai petani kami merasa aneh karena Pemerintah mulai dari tingkat desa hingga Kabupaten menganggap hal tersebut biasa-biasa saja seolah kerusakan empang itu menjadi tanggung jawab petani. Kami merasa seolah tinggal di daerah yang tidak ada pemerintahan” , ungkapnya.
” Kalau kekeringan sawah seperti ini terus berlanjut maka MT 2 tahun ini rakyat akan susah dan gagal panen. Kelaparan hebat akan terjadi dan harga beras bisa melonjak diatas Rp 20 ribu/kg”, paparnya.
Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Malaka, Yenni Seran ketika dikonfirmasi wartawan mengatakan pihaknya segera
berkoodinasi dengan Dinas Teknis bidang SDA untuk penangan lebih lanjut. ( boni)