Kepemimpinan SN-KT
Kurang lebih sudah tiga (3) tahun lebih (sejak tahun 2021, red) Dr. Simon Nahak dan Kim Taolin/SN-KT (Bupati dan Wakil Bupati Malaka, red) memimpin Daerah Kabupaten Malaka. Lama waktu kepemimpinan mereka itu, daya dan upaya telah dilakukan untuk menepati janji (visi dan misi serta program-program strategisnya, red) membangun Daerah Kabupaten Malaka tercinta, di berbagai sektor: baik ekonomi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur maupun sosial, dsb.
Selama usia kepemimpinan mereka itu pula, rakyat Malaka telah melihat dan mengukur realitas atau fakta kinerja mereka, dengan bercermin pada janji-janji politik SN-KT untuk membangun Kabupaten Malaka, saat awal berkampanye untuk merayu masyarakat pemilih. Itu tiga tahun lebih yang lalu.
Menjelang akhir kepemimpinan mereka hari ini, tentu moment tepat bagi masyarakat untuk menilai atau kurang lebih mengatakan sesuatu tentang kinerja SN-KT, entah sukses dan gagal. Akan tetapi faktanya, lebih banyak hujatan dan umpatan ketimbang pujian atau sanjungan, kecuali para pendukung fanatik masing-masing atau tim sukses.
“Ternyata mereka berdua tidak bisa apa-apa. Hanya omon-omon, janji doang. Kami sangka SN-KT lebih baik, eh ternyata lebih parah…kembali saja ke yang dulu…” Kurang lebih itu suara mayor yang terekam dari jantung masyarakat atau public Malaka hari ini. Dan masih banyak kata dan kalimat lain umpatan yang tak bisa disebutkan.
Umpatan dan hujatan itu tentu beralasan, karena janji-janji manis yang terucap dulu dari SN-KT tidak terealisasi hingga mendekati akhir masa jabatan mereka. Duet kepemimpinan SN-KT lebih tampak membingungkan dan hanya menghasilkan “Fatal Error Managemen” atau management yang salah dan fatal.
Dan itu dosa SN-KT. Disebut dosa, karena saat dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati, SN-KT disumpah di bawah Kitab Suci untuk bekerja mensejahteraan masyarakat Malaka. Faktanya, tiga tahun lebih memimpin Malaka, masing-masing mereka (SN-KT) berjalan sendiri. Rakyat lalu dibiarkan bingung sendiri menonton drama kedua pemimpinannya. Lalu cita-cita untuk ‘kesejahteraan’ menjadi sekedar hanya ‘omon-omon’ SN-KT tanpa bukti.
Litani Dosa SN-KT
Berikut litany (daftar deretan panjang, red) dosa SN-KT selama tiga tahun lebih kepemimpinan mereka di Kabupaten Malaka.
Pertama, ketidakharmonisan hubungan SN-KT sangat kentara selama menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Malaka. Lalu muncul beragam asumsi terkait keretakan (disharmoni) hubungan keduanya itu. Ada dugaan karena pembagian “kue” pembangunan yang tidak adil dan faktor lainnya. Terkait ini, tentu hanya SN-KT dan Tuhan yang tahu.
Namun kental secara kasat mata, bahwa SN tampak lebih leluasa memerintah dan mengatur irama kebijakan pemerintahan dan pembangunan daerah Kabupaten Malaka, dan nyaris tidak melibatkan KT, wakilnya. Istilah kerennya a single player (pemain tunggal). Itu hanya kesan, belum tentu benar.
Sementara itu, KT yang ibarat bocah yang kurang kebagian bon-bon larut dalam ekspresi “ngambek” dan ngambeknya lama, menahun. Ia tampak lebih banyak menghindari bertemu partnernya yaitu SN. Saking ngambeknya, hingga nyaris lupa deadline masa kepemimpinan mereka dan janji kepada masyarakat yang harus ditepati. Atau janji setia mereka (SN-KT, red) dulu saat awal saling merayu untuk bersama-sama se iya sekata membangun Rai Malaka.
Lucunya, keduanya lupa, bahwa rumah tangga besar yang sedang mereka pimpin saat ini adalah rumah besar MALAKA. Bukan rumah tangga mereka masing-masing di Tubaki atau di Weleun. Mereka tampak saling mengambil jarak bahkan berjauhan secara emosional dan verbal serta ide dan gagasan.
Hingga mendekati akhir masa jabatan mereka pun keduanya masih ibarat ‘kucing dan tikus,” saling mengintai atau memantau dari masing-masing singasana: ‘siapa lagi bua tapa, bersama siapa, dan dimana’?
Lebih gokilnya, keduanya saat ini sedang kembali maju bertarung di Pilkada 2024. Dan diskusi terkait capaian kinerja mereka selama kurang lebih tiga tahun terakhir ini menjadi minim, karena sibuk turun sosialisasi diri.
Tampilan drama kedua pemimpin ini kemudian meninggalkan kesan kepada public Malaka, sepertinya SN tipe pemimpin dan calon pemimpin yang senang dan suka bekerja sendiri. Sementara KT tipe pemimpin dan calon pemimpin ibarat remaja labil, mudah tersinggung dan marah tetapi sulit berdamai.
Mereka lupa, bahwa selama kurang lebih tiga tahun ini, mereka lebih sibuk bergulat dengan egonya masing-masing, ketimbang duduk bersama dan fokus bekerja untuk mensejahterakan rakyat Malaka, sebagaimana cita-cita mereka dulu saat awal memutuskan maju sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Malaka.
Lalu pertanyaannya, bagaimana mereka hari ini bisa yakin akan sukses memimpin ribuan rakyat Malaka, jika kembali dipercaya memimpin Malaka lima tahun ke depan? Eits…sabar…belum tentu juga rakyat Malaka akan kembali menaruh kepercayaan kepada keduanya. Wait and see, tunggu dan lihat…kata orang Inggris.
Pada titik ini, biarkan rakyat selaku dewan juri terbaik untuk menilai, apakah keduanya matang dan siap serta masih layak dipercaya untuk lanjut memimpin Kabupaten Malaka lima tahun kedepan, ataukah butuh orang lain selain keduanya, yang lebih tenang dan punya semangat kerja dan punya kerendahan hati untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang ego pribadi.
Kedua, SN tampak lupa bahwa dunia birokrasi berbeda dengan dunia kampus. “Kabinet kerjanya” bukan mahasiswa yang cukup diberikan judul buku dan literatur untuk dibaca sendiri di perpustakaan. Atau dibagikan soal untuk diskusi kelompok. Lalu diberikan nilai sesuai kehadiran dan aktifitas mahasiswa. Demikian juga KT hanya mampu membangun pencitraan dan komunikasi bersama kabinet kerja dengan menyuguhkan sirih pinang dan sopi kepala. Lalu merasa itu sudah lebih dari cukup. Kadang harus sampai mabuk bersama.
Ketiga, SN-KT tidak pernah gelar rapat bersama kabinet kerja untuk matangkan rencana, evaluasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Identifikasi bersama permasalahan lapangan dan diskusikan bersama untuk merumuskan jalan keluar atau solusinya. Seperti saya jelaskan di atas, keduanya tampak berjauhan, saling memantau. SN senang bekerja sendiri sementara KT terus ngambek tanpa redah seakan tiada obatnya.
Keempat, apel bersama hanya dilakukan satu kali menjelang akhir masa jabatan, itupun hanya untuk “mengumumkan” bahwa SN akan menaikan TPP tahun depan untuk ASN Malaka. Beliau berdua rupanya lupa bahwa SN-KT yang justru menurunkan TPP bagi ASN, setelah diberikan SBS sebagai penghargaan karena meraih WTP. Kesejahteraan ASN tidak diperhatikan dan berada pada titik kritis, makanya ASN ogah-ogahan masuk kantor sebagai konsekuensi hubungan sebab akibat.
Kelima, displin ASN berada pada titik kritis. Siapa yang akan mengawasi staf kalau kedua pemimpin sudah saling bermusuhan dan tidak pernah akur. Malaka ibarat daerah tidak berpemerintahan dan amburadul. Ada pemimpin tapi tidak tahu memimpin dan mengarahkan staf untuk meraih tujuan bersama. Dampaknya kebutuhan masyarakat tidak terpikirkan lagi, apalagi mau merealisasikannya.
Keenam, banyak program dan kegiatan yang dijalankan asal jadi dan tidak matang perencanaannya. Swasembada pangan misalnya, jadi program siluman yang hanya munculkan “branding di akhir.” Padahal masyarakat mengeluh kesulitan pangan.
Ada juga program siluman lainnya yakni 3K (kandang, kebun dan kolam) yang entah dengar dari siapa dan adopsi dari mana, tiba-tiba muncul sebagai program idola baru. Katanya program siluman 3K ini juga tidak ada dalam dokumen perencanaan antara lain RPJMD.
Ketujuh, pelayanan kesehatan bagi masyarakat terpuruk dalam masa kepemimpinan SN-KT. Banyak Dokter spesialis dan dokter umum yang memilih hengkang dari Malaka, karena tidak ada perhatian serius dari pemerintah daerah.
kedelapan, traktor pertanian peninggalan masa kepemimpinan SBS dibiarkan rusak tanpa ada niat untuk perbaiki.
Kesembilan, mobil-mobil tangki yang dititipkan di setiap kecamatan untuk bantu distribusi air minum bagi masyarakat, juga dibiarkan rusak dan tidak diperbaiki.
Kesepuluh, pembangunan fisik terutama gedung Puspem terkesan sangat dipaksakan, hanya untuk kepentingan politik menjelang Pilkada. Padahal persoalan tanah belum tuntas sampai dengan saat ini. Gedung mewah dibangun tanpa perencanaan yang matang. Akses jalan masuk hanya lewat “jalan tikus” milik masyarakat.
Kesebelas, pengalihan pembangunan RS Pertama dari Dapil III ke dapil II hanya untuk kepentingan politik pencitraan. Pengalihan ini juga berbeda dengan perencanaan awal di lokasi lain. Lebih miris lagi, peresmian gedung juga dilakukan disaat fisik bangunannya belum 100 persen. Namun karena niatnya hanya untuk ingin mencatatkan sejarah bersamaan dengan hari ulang tahun SN, maka dipaksakan diresmikan disaat bangunan belum kelar.
Keduabelas, janji SN-KT untuk memberantas KKN di Malaka, ibarat menepuk air di dulang terpecik muka sendiri. Promosi dan mutasi pejabat dominan muatan politik. Maka jangan berharap lebih dari kinerja pejabat “Asal Bapak Senang,” karena orientasinya bukan untuk masyarakat tapi untuk kroni-kroni.
Praktek tebang pilih dalam penegakan hukum juga cukup kuat aromanya. Pejabat yang selalu “disamping” dilindungi, dan yang dianggap lawan politik jadi sasaran intimidasi dengan audit. Kasus-kasus “seksi” di zamannya (kasus Rumah Bantuan Seroja dan Septic tank, dll, red) disembunyikan, yang ada di seberang diangkat.
Tigabelas, mobil-mobil dinas digunakan sembarang oleh keluarga pejabat sampai ganti plat merah jadi plat hitam, karena kurangnya pengawasan dan tidak tegasnya pimpinan.
Keempatbelas, dan masih banyak keprihatinan lainnya yang semakin mempertegas, bahwa pemerintah SN-KT sangat amburadul dan cenderung salah kelola. Management pemerintahan memprihatinkan. Untuk apa kita hanya berbangga bahwa Malaka daerah subur, tapi tidak bisa diurus secara baik dan benar? Malaka akan semakin terpuruk dan tertinggal dari daerah lain.
Kelimabelas, Kemampuan pengelolaan keuangan daerah parah. Masak untuk urusan Dinas Perangkat Daerah Pinjam di rentenir dikenakan bunga yang tinggi, uang untuk bayar bunga pinjaman diambil dari pos mana? Ini indikasi marak dengan pungli di perangkat Daerah.
Keenambelas, Bukti tidak mampu kelola keuangan daerah yang lain, Penyertaan Modal Pemda Malaka pada Bank NTT menurut perintah PERDA MALAKA setiap tahun Rp 10 M kenyataan dalam masa kepemimpinan SN KT, tahun 2022 hanya Rp 1 M demikian juga 2023 dan 2024 sama hanya Rp 1 M, ini pelanggaran ketentuan perundangan yang harusnya bisa di impeachment/ dipecat dari Kada oleh DPRD Kabupaten Malaka melalui Mahkamah Agung karena menyangkut sumpah jabatan.
Pembelajaran
Dari sebab itu, pesan dan pembelajaran pentingnya ialah bahwa sebagai anak-anak Rai Malaka, kita tidak sudi jika Malaka dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten dan salah urus dan tidak tahu urus.
Pengalaman sudah membuktikan, bahwa ambisi saja tidak cukup. Gelar akademik setinggi apapun tidak menjamin kesuksesan seseorang memimpin Kabupaten Malaka. Hanya kejujuran, ketulusan, pengalaman, kecepatan dan ketepatan merespon kebutuhan masyarakat.
Malaka butuh pemimpin panutan dan teladan. Malaka butuh kerja nyata tanpa pencitraan. Malaka tidak dibangun dengan prinsip coba-coba.
Malaka butuh sentuhan tangan dan pikiran serta hati sang pemimpin yang tulus dan jujur dalam bekerja. Jangan mau terantuk pada batu yang sama, kalau ingin melihat Malaka Maju. (*)