Malaka – Gagal tanam, gagal panen ratusan hektar lahan sawah milik masyarakat di desa Maktihan – Naas dan Motaulun – Kecamatan Malaka Barat – Kabupaten Malaka – Provinsi NTT merupakan bukti nyata kegagalan program swasembada Pangan yang diusung SN-KT lantaran tidak bisa mengurus rakyat.
Harusnya Pemerintah melakukan deteksi dini untuk mengantisipasi perbaikan saluran irigasi yang rusak sehingga tidak mengganggu aktifitas para petani disaat musim tanam seperti saat ini..
Gagal tanam dan gagal panen yang dialami masyarakat saat ini tidak perlu terjadi jika pemerintah memberikan perhatian besar untuk perbaikan saluran irigasi yang rusak untuk melancarkan akses air ke rakyat.
Warga Desa Naas – Malaka Barat, Marsel Bria Muti mengatakan hal itu kepada wartawan di Naas, Rabu (4/9-2024).
Dikatakannya, persoalan air irigasi di lima desa ( Naas, Maktihan, Motaulun, Lakulo dan Loofoun sudah disampaikan masyarakat kepada Bupati SN.
” Sebelum jadi Bupati, SN sudah datang didampingi beberapa orang tua sudah berkunjung ke lokasi persawahan di Desa Naas dan Maktihan. Para orang tua dan petani disini sudah menyampaikan persoalan air irigasi tersebut dan sudah disanggupi untuk diperbaiki setelah terpilih namun hingga saat ini 3 empang ( tahak di Numea, Lakulo dan Loofoun) tidak juga mendapatkan perhatian untuk perbaikannya sehingga setiap tahun masyarakat disini selalu mengeluh kekurangan air irigasi”, ujarnya.
” Kalau mau omong kecewa ya… pasti masyarakat dan petani disini kecewa karena persoalan ini sudah disampaikan kepada Bupati SN oleh para orang tua tetapi tidak juga mendapatkan perhatian untuk perbaikannya padahal sudah 3 tahun lebih pimpin Malaka. Kami tidak minta aneh-aneh tetapi ini murni kebutuhan air irigasi untuk kepentingan rakyat banyak”, ujarnya.
Warga Desa Maktihan, Yan Bot kepada wartawan mengatakan rakyat desa Maktihan selama ini menaruh harapan besar kepada pemerintah SN-KT karena salah satu janji mereka adalah mengurus pertanian termasuk memperbaiki saluran irigasi untuk memudahkan akses rakyat untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh air irigasi.
” Tidak usah omong tentang Program Swasembada Pangan dan Beras Nona Malaka karena itu program hanya diatas kertas tetapi tidak ada asas manfaat untuk rakyat. Urus pertanian itu harus dari hulu hingga hilir termasuk urus perbaiki saluran irigasi yang rusak supaya tidak menyulitkan rakyat seperti saat ini. Di Malaka ini aneh sekali, bilangnya program swasembada pangan dan beras nona Malaka tetapi tidak urus olah lahan, air irigasi tetapi malah urus jual beli gabah rakyat alias kontratu. Pemerintah tidak perlu repot-repot jual beli gabah rakyat tetapi urus saja kebutuhan petani supaya bisa kerja dan hidup. Urusan dagang ( kontratu ) biar diserahkan ke rakyat saja”, tambahnya.
Warga Desa Naas lainnya, Marianus Tahu kepada wartawan sangat menyayangkan ketidak berpihakan pemerintah SN-KT mengurus kebutuhan rakyat dibidang pertanian.
” Menurut saya, hanya ada dua alasan yakni pemerintah masa bodoh tidak mau urus rakyat dibidang pertanian atau alasan kedua Pemerintah memang tidak tahu caranya mengurus rakyat dengan baik sehingga ujung-ujungnya rakyat sengsara seperti saat ini”, ujarnya.
” Selama ini saya bersama petani di hamparan sawah Akalaran harus swadaya kerja saluran dengan sewa exavator dengan biaya Rp 7 juta karena tertimbun endapan banjir tetapi saat ini sudah tidak berfungsi karena kembali ditimbun material banjir. Sidah begini saluran irigasi di 3 empang ( tahak ) tidak diperbaiki pemerintah sehingga menambah penderitaan petani disini. Air dari saluran induk tidak bisa naik ke saluran sekunder dan tertier padahal airnya ada, sehingga hasil akhirnya petani harus gagal panen seperti saat ini”, paparnya.
Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Malaka, Yenni Seran ketika dikonfirmasi wartawan mengatakan pihaknya segera
berkoodinasi dengan Dinas Teknis bidang SDA untuk penangan lebih lanjut. ( boni)