Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
HeadlineLintas Provinsi

Emak Ijah Sosok Ibu yang Kuat (Bagian 5)

86
×

Emak Ijah Sosok Ibu yang Kuat (Bagian 5)

Sebarkan artikel ini

Oleh: Suyono Saeran

Semua orang mungkin punya definisi tersendiri soal sosok emak (ibu) yang hebat itu seperti apa, begitu juga dengan Ansar Ahmad. Ada yang berpendapat emak yang di rumah dan menemani anaknya sepanjang waktu adalah emak yang baik.

Tapi ada juga yang berpendapat, seorang emak yang rela banting tulang di luar rumah namun saat pulang ke rumah masih sibuk dengan urusan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak adalah sosok emak yang hebat. Semua orang memiliki pandangan yang berbeda. Masing-masing punya persepsi yang tidak sama.

Dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya, ada pilihan-pilihan yang terbentang dan dijadikan sandaran oleh seorang emak. Semua pilihan pasti ada pertimbangan dan alasannya. Dan semua pilihan tentu ada konsekuensi yang harus diambil oleh seorang emak dalam menjalankan perannya.

Namun bagi Ansar Ahmad, sosok emak Ijah merupakan sosok emak hebat yang tidak pernah dia lupakan. Meski emaknya bukan terlahir dari kalangan yang berpendidikan, bukan terlahir dari keluarga yang berada, namun telah mampu membuktikan hasil karya asuh dan karya didik yang membanggakan.

Bagaimana tidak, dari Ansar Ahmad dan ke empat saudaranya yang masih kecil-kecil, emak Ijah berjuang sendirian mengasuh dan membesarkan anak-anaknya.

Kenapa demikian? Karena bapak kandung Ansar Ahmad sudah meninggal pada saat dirinya dan saudara-saudaranya masih kecil. Saat Abdul Ahad, bapaknya, dipanggil pulang untuk menghadap Allah SWT, Ansar Ahmad baru berumur 2 tahun. Sementara kakak perempuannya yang paling tua baru berumur 8 tahun dan adiknya yang paling bungsu baru berusia 10 bulan.

Hanya sosok seorang emak yang hebat ketika harus berjuang sendirian dengan beban lima orang anak yang belum mengerti apa-apa sampai bisa tumbuh dewasa dan berhasil meraih masa depan seperti yang diinginkan. Tidak jarang, dengan kondisi seperti itu orang akan memandang sebelah mata dengan posisi yang dialami emak Ijah saat itu.

Namun emak Ijah hanya pasrah dan memperkuat diri dengan doa serta segala ikhtiar yang dia bisa. Kesulitan dan beban hidup yang dialami emak Ijah, terkadang dilampiaskan ke ujung sajadah di malam hari dengan tangisan dan rintihan kepada Sang Penggenggam Takdir ketika anak-anaknya sudah tertidur.

Bagi Ansar Ahmad dan ke empat saudaranya, di setiap langkah emak dalam mencari penghidupan adalah buah cinta yang tidak pernah pupus demi anak-anak yang dicintainya.

Meski tidak banyak dirinya mengetahui tangis emaknya di malam hari, namun Ansar Ahmad yakin ada doa yang terus mengalir di sepanjang waktu dari emak untuk anaknya. Ada ikhtiar yang tidak berhenti yang terus dilakukan emak agar hidup anak-anaknya terjamin dan bisa menjemput masa depan.

Menjadi orang tua tunggal sekaligus menjadi penopang keluarga, tidak lantas membuat emak Ijah menyerah pada keadaan, tapi justru memacunya untuk tetap semangat menjalani kehidupan dengan berbagai usaha yang dilakukan.

“Emak itu orangnya kuat,” kata Ansar Ahmad begitu mengenang emak yang dicintainya terngiang dalam hati dan pikirannya.

Ansar menggambarkan sosok emaknya yang tinggi semampai dengan kulit kuning langsat. Emaknya dalam segala aktivitas dilakukan dengan cepat dan juga hati-hati.

“Emak bicaranya juga lembut dan mencurahkan kasih sayang dengan sepenuh hati kepada semua anak-anaknya,” tuturnya.

Ansar juga mengingat secara jelas tentang wajah emaknya yang punya dahi lebar dengan rambut sedikit ikal. Dalam filosofi ilmu kejiwaan, orang yang memiliki dahi lebar biasanya cerdas, jarang marah dan punya keberuntungan besar.

“Emak memang orang yang penyabar. Kesabarannya jelas teruji ketika seorang diri harus menghidupi dan membesarkan lima orang anak yang masih kecil-kecil,” jelas Ansar ketika mengingat wajah emaknya.

Tidak hanya itu, Ansar juga menceritakan kalau emaknya tidak pernah berbicara tentang kejelekan orang lain dan selalu pandai menyembunyikan kemarahannya.

“Kalau ada sesuatu masalah yang berat paling emak hanya menangis. Dan itu juga tidak pernah diceritakan ke anak-anaknya tentang masalah yang dihadapinya,” jelas Ansar.

Di setiap habis bekerja berjualan sayur, emaknya tidak jarang harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci dan memasak. Pada hal kondisinya lelah dan waktu sudah tengah hari. Harusnya emak istirahat karena sore harinya harus menyiapkan pekerjaan lainnya. Tetapi semua dilakukan dengan sabar dan tanpa mengeluh.

Di setiap kesempatan, emaknya juga menyuruh anak-anaknya untuk mengaji dan belajar membaca Al Quran.

“Kami berlima semuanya mengaji di Surau Al Ikhlas batu dua. Emak memang menitipkan kami ke guru ngaji di surau itu untuk diajari bacaan sholat dan membaca Al Quran,” kenang Ansar.

Karena perhatian emak Ijah yang kuat terhadap anak-anaknya tentang pendidikan agama menjadikan anak-anaknya pintar mengaji. Bahkan salah seorang diantaranya yakni Ansar Ahmad, meski masih dalam usia muda, sudah pandai mengajar ngaji bagi anak-anak seusianya.

Sejak SMP Ansar Ahmad sudah mengajar ngaji di Masjid Al Ikhlas serta mengajar ngaji ke rumah-rumah yang diminta secara khusus untuk mengajar anak-anak si pemilik rumah tentang baca tulis Al Quran. Kecakapan Ansar Ahmad dalam penguasaan Agama Islam juga telah menjadikannya penceramah di usianya yang masih muda.

Semua keberhasilan Ansar Ahmad dan saudara-saudaranya tidak terlepas dari didikan sang emak yang begitu perhatian dan penuh dedikasi dalam menggembleng anak-anaknya dalam menaklukkan kehidupan.

Benar kata pepatah, dari tangan seorang emak (ibu) yang hebat selalu terlahir anak-anak yang hebat dan bertalenta. Dari peran emak yang mendidik dengan penuh ketulusan selalu melahirkan insan-insan yang rendah hati yang diliputi kecerdasan…