Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
HeadlineLintas Provinsi

Kelas Dua SD Ikut Kakak Paling Tua (Bagian 7)

18
×

Kelas Dua SD Ikut Kakak Paling Tua (Bagian 7)

Sebarkan artikel ini

Oleh: Suyono Saeran

Perjalanan hidup seseorang terkadang memang penuh liku dan perjuangan. Dan pengalaman hidup yang tidak selalu manis menjadikan orang tersebut tumbuh menjadi sosok yang mempunyai kepribadian yang kuat, pantang menyerah dan mampu menaklukkan terjalnya tebing kehidupan. Mungkin inilah sedikit gambaran yang dialami Ansar Ahmad. Lelaki lemah lembut dan bersahaja yang kini telah meraih sebuah pencapaian dengan jalan yang tidak mudah.

Kehidupan yang dijalani Ansar Ahmad dari kecil hingga dewasa tidak semudah yang diperkirakan oleh banyak orang. Banyak hal yang harus dia hadapi. Banyak air mata yang harus dia tumpahkan. Jatuh bangun menjadi sesuatu yang biasa untuk bisa meraih posisi puncak dan tercapainya sebuah impian.

Dulu, Ansar kecil hanya seorang bocah yang tidak begitu bisa menikmati indahnya masa anak-anak seperti generasi mileneal saat ini. Umur dua tahun sudah ditinggal pergi bapaknya. Emaknya yang seorang diri membesarkannya hanya mampu memberinya makan dengan lauk seadanya. Tidak ada mainan mobil-mobilan yang dikendalikan dengan remote control. Belum ada games dari gadget yang setiap hari bisa dimainkan kapan pun sesukanya seperti yang dilakukan oleh anak-anak sekarang.

Ansar Ahmad kecil hanya bisa bermain di pinggiran pantai dengan kaki telanjang. Atau kalau ada waktu luang bantu emak memanggul bakul berisi sayuran untuk dijual ke masyarakat kampung yang menginginkan. Sekeras apa pun, hidup memang harus dijalani. Tidak peduli hujan petir atau panas menyengat di tengah hari. Karena kelak keringat yang mengucur dan kerasnya tapak kaki, akan menjadi saksi bahwa kesuksesan itu harus ditebus dengan perjuangan yang tanpa henti.

Ketika Ansar Ahmad memasuki usia sekolah di Sekolah Dasar (SD) beban emaknya makin berat sehubungan dengan biaya yang harus ditanggung dari ke empat anaknya yang semuanya sekolah. Ansar dan adiknya, Nesar Ahmad, mulai memasuki SD. Dua kakaknya Israt Sultana dan Isref Sultana sudah menginjak ke sekolah yang lebih tinggi yakni SMP. Sementara kakaknya yang pertama, Musarat Sultana, memilih menikah setelah lulus SMP begitu dipinang oleh lelaki yang menginginkannya.

Pilihan kakak tertuanya untuk menikah, meskipun masih muda, tentu agar beban emaknya makin berkurang dalam membiayai dan menghidupi saudara-saudaranya. Bahkan ketika kakak tertuanya sudah menikah, sengaja mengajak Ansar Ahmad untuk tinggal bersamanya. Saat itu Ansar Ahmad baru saja naik kelas dua SD. Sejak itu Ansar Ahmad tinggal bersama kakak tertuanya yang menetap di Kijang, Bintan Timur, dan sekolah di kota kecil yang saat itu terkenal dengan pertambangan bauksitnya.

Ketika bersama kakaknya inilah, Ansar Ahmad dididik dengan sepenuh jiwa. Sekolahnya diperhatikan dan Ansar Ahmad tetap diberikan pengajaran tentang nilai-nilai agama agar kelak bisa tumbuh jadi pribadi yang mempunyai kelapangan jiwa. Bagi Ansar Ahmad, kakak tertuanya adalah ibunya yang kedua setelah emak yang melahirkannya.

Selama tinggal dan sekolah di Kijang, Ansar Ahmad banyak belajar tentang kehidupan. Seringkali Ansar disuruh belanja ke pasar dan pekerjaan ringan lainnya dengan tujuan agar ketika dewasa kelak bisa jadi orang yang mandiri. Pak Nuh, abang iparnya, merupakan sosok yang baik dan penuh perhatian. Orangnya sabar dan selalu memberi nasehat ke Ansar Ahmad tentang bagaimana harus berjuang demi meraih cita-cita dan keinginan.

Meski masih SD, namun jiwa Ansar Ahmad yang selalu ingin belajar dan bekerja untuk memperoleh penghasilan, selalu tidak segan untuk bergaul dan bertemu dengan orang-orang dewasa di Kota Kijang dan sekitarnya. Sampai akhirnya Ansar Ahmad bertemu dengan seorang sopir bus Uspen (bus untuk antar jemput anak sekolah milik PT. Antam) yang bernama Pak Ochu.

Dari perkenalannya dengan Pak Ochu ini Ansar Ahmad semakin lama semakin akrab. Ketika Pak Ochu membersihkan bus yang baru saja dipakai untuk mengantar anak sekolah, Ansar Ahmad dengan senang hati membantunya. Hampir setiap hari Ansar Ahmad membantu Pak Ochu mencuci Bus Uspen tersebut. Sampai akhirnya Pak Ochu kasihan dan selalu memberinya uang kepada Ansar Ahmad setelah usai membantunya membersihkan bus. Begitu mendapatkan upah dari membersihkan bus tersebut, Ansar Ahmad pulang ke rumah kakaknya yang paling tua dengan penuh kegirangan.

“Pertama kali saya mendapatkan uang dari hasil mencuci bus bersama Pak Ochu senang sekali. Karena dapatnya lumayan banyak untuk ukuran anak kecil seusia SD saat itu,” kata Ansar Ahmad ketika mengenang perkenalannya dengan Pak Ochu.

Uang yang didapatkan dari mencuci bus tersebut dibawa pulang dan dilaporkan ke kakaknya. Reaksi kakaknya pertama kali marah karena Ansar Ahmad dinilai masih terlalu kecil dan tidak perlu bekerja. Kakaknya saat itu bilang, kalau Ansar Ahmad perlu apa-apa tinggal bilang saja nanti suaminya (abang ipar Ansar Ahmad) akan membelikannya.

Tapi setelah memberikan pengertian kepada kakaknya, akhirnya paham bahwa pekerjaan mencuci bus tersebut tidak mengganggu sekolahnya dan dilakukan sesekali waktu bersama Pak Ochu.

Selama tinggal di Kijang bersama kakaknya, hampir di setiap hari Sabtu Ansar Ahmad dijenguk kakaknya yang nomor dua, Israt Sultana. Kakaknya yang nomor dua memang sengaja disuruh oleh emak Ijah untuk menjenguk Ansar dan memastikan selama tinggal bersama kakak tertuanya di Kijang, Ansar Ahmad baik-baik saja dan tetap sekolah.

Sampai akhirnya Ansar Ahmad bisa menyelesaikan sekolahnya di SD Kijang dan setelah memasuki bangku SMP, emaknya kembali mengambil Ansar untuk disekolahkan di SMP Negeri 4 Tanjungpinang.

“Banyak pelajaran yang saya dapatkan selama tinggal di Kijang bersama keluarga Kak Mus. Banyak juga kenangan yang terukir terutama kebaikan Kak Mus selama membantu membiayai hidup dan sekolah saya di Kijang. Sayangnya, Kak Mus sudah tidak ada. Belum banyak balasan yang saya berikan atas kebaikan yang sudah diberikan oleh Kak Mus dan Bang Nuh. Semoga keduanya husnul khatimah dan dimasukkan dalam surge Allah yang kekal,” kata Ansar Ahmad dengan suara lirih ketika teringat kedua orang yang telah berjasa dalam hidupnya itu…