Opini –
Menarik untuk menyandingkan sekaligus mengkoparasikan program unggulan tiga kandidat Bupati Malaka, yang akan mengikuti perhelatan Pilkada serentak pada 27 November 2024.
RPM racikan SBS Bupati Perdana Malaka, versus Swasembada Pangan ala SN-KT, dimana masing-masing mereka (SN-KT), memilih “berseteru” pada hajatan pilkada Malaka nanti.
Mengapa harus menyandingkan dan membandingkan program unggulan para kandidat Bupati tersebut tersebut? Jawabannya agar publik Malaka memiliki informasi yang lengkap dan benar tentang program unggulan para kandidat yang akan bertarung pada Pilkada Malaka Tahun 2024.
Sebelum mengulas lebih jauh tentang kedalaman dua program unggulan tersebut, terlebih dahulu kita memahami batasan dari RPM dan Swasembada Pangan. Defenisi operasional dari
Revolusi Pertanian Malaka atau RPM adalah upaya yang sungguh-sungguh dan luar biasa, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya masyarakat berkecukupan pangan.
Sedangkan Swasembada Pangan secara harafiah didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana negara atau daerah mampu memproduksi sendiri pangan untuk masyarakatnya.
Beberapa aspek perlu ditelisik lebih dalam untuk mengungkap fakta dan kebenaran program unggulan para kandidat Bupati tersebut.
Pertama, aspek Input atau masukan. Pada tataran input, RPM didampingi Tim pakar pertanian yang berasal dari lingkungan akademisi beberapa perguruan tinggi ternama di NTT, yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang tidak diragukan publik NTT. RPM Malaka juga didukung dengan kualitas aparatur Dinas teknis yaitu Dinas Pertanian yang dipimpin seorang Insinyur pertanian dan didukung pula oleh barisan staf yang mumpuni dan solit. Mereka memiliki kemampuan yang handal. Kolaborasi Tim Pakar dan Tim Dinas teknis tentu menghasilkan kualitas perencanaan dan penganggaran yang matang dan terukur. Konsep OVOP (One Village One Product atau satu desa dengan satu produk unggulan) yang diusung Tim Pakar diterapkan dengan terlebih dahulu pemetakan potensi dan dan daya dukung lingkungan (tanah, iklim dan faktor lainnya). Tim pakar bersama Dinas Teknis mengindentifikasi dan memetakan jenis tanah setiap lokasi untuk memastikan kesesuaian komoditas yang akan dikembangkan.
Berdasarkan hasil analisis Tim Pakar dan Diknas Teknis, maka berhasil dikembangkan beberapa komoditas yaitu padi sawah, jagung, kacang, bawang merah, pisang, kambing dan itik. Beberapa komoditas ini dikembangkan dengan mempertimbangkan kelayakan, daya dukung lingkungan, serta secara ekonomis lebih cepat menghasilkan income atau pendapatan untuk petani.
Untuk mendukung pengolahan lahan, maka diadakan traktor besar dan hand traktor yang banyak. Bahkan balik tanah untuk masyarakat dilakukan secara gratis. Para penyuluh pertanian diberikan motivasi dengan pengadaan kendaraan operasional roda dua untuk mendukung aktifitas dan mobilitasnya.
Pada masa ini direkrut petugas/ penjaga pintu air untuk mengatur dan memantau distribusi air.
Sedangkan program Swasembada pangan, hanya mengandalkan rasa percaya diri dan adrenalin dari Dinas Teknis. Sama sekali tidak ada pendampingan dari pihak luar.
Betapa tidak, Dinas Pertanian dizaman SN-KT beberapa kali mengalami pergantian dan rotasi pimpinan. Awalnya ditempatkan seorang Kepala Dinas dengan basic sarjana perikanan dan mantan camat. Karena dinilai tidak berhasil diganti lagi dengan kepala dinas yang berlatar belakang ilmu sosial. Saat ini dipimpin oleh seorang dokter hewan yang akan mengurus pertanian Malaka. Uji coba ini dinilai sangat memprihatinkan dan menimbulkan salah kelola atau mismanagement. Latarbelakang pendidikan pimpinan dan staf Dinas Petanian serta intensitas rotasi pejabat teknis yang tinggi, menjadi faktor penentu kualitas perencanaan dan penganggaran program swasembada.
Ketidaksiapan SDM menjadi problem terbesar untuk mendukung keberhasilan tersebut
Pada periode tersebut, program swasembada pangan hanya mengandalkan traktor-traktor peninggalan periode sebelumnya, dan karena lemahnya pengawasan, traktor-traktor itupun rusak dan tidak diperbaiki hingga kini.
Kesejahteraan aparatur juga tidak diperhatikan, makanya menambah panjang litani kegagalan program yang satu ini dari aspek Input.
Kedua, aspek proses. Pada program RPM, Tim Pakar dan Dinas Teknis berkolaborasi melaksanakan dan mengkawal setiap tahapan sesuai kalender kerja yang sudah ditetapkan. Ada media evaluasi dan kontrol yang dilakukan secara rutin setiap pekan dalam bentuk coffee morning, untuk memantau dan mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan kegiatan setiap minggu. Dengan demikian tingkat kegagalan benar diminimalisir.
Kelompok tani (Poktan) diverifikasi dan dibentuk secara riil berdasarkan jenis komoditi dan kepemilikan lahan. Benih dan pupuk didistribusi secara tepat waktu dan dimonitor serta didampingi Tim Pakar.
Penjaga pintu air benar-benar menjalankan tugas secara baik dan diawasi aparat TNI dari unsur Koramil.
Pemantauan air melibatkan unsur TNI (Koramil) untuk membantu mengatur distribusi air.
Sedangkan program swasembada pangan, hanya mengandalkan rasa percaya diri dan bekerja apa adanya semampu dinas teknis tanpa keterlibatan pihak lain. Tidak pernah menggelar rapat koordinasi lintas sektor untuk mengevaluasi dan mengukur keberhasilan serta kegagalan program swasembada pangan.
Ketiga, aspek output/hasil.
Setiap komoditi yang dibiayai dari RPM benar-benar memberi hasil bagi petani. Lahan petani dibalik secara gratis untuk menekan biaya pengeluaran petani. Padi dan jagung produksinya melimpah. Kondisi ini berdampak pada tidak terjadi kenaikan harga beras dan jagung, karena stok pangan mencukupi.
Bawang merah melimpah saat itu dan dapat menekan harga pasar. Bahkan karena stoknya melimpah maka sempat diekspor ke Timor Leste.
Demikian juga dengan komoditas lainnya.
Sedangkan pada program swasembada pangan, dinas pertanian dari rumah ke rumah mendata hasil produksi petani, padahal tidak pernah bagikan benih dan pupuk untuk petani. Apalagi melakukan pendampingan.
Lebih tragis, hasil produksi petani yang tidak pernah diintervensi anggaran dari Pemda, dibeli pihak ketiga karena tidak tersedia anggaran dan diklaim sebagai hasil Pemda Malaka. Karung disiapkan Bank NTT, dilabeli dengan branding Nona Malaka dan dilaunching Bupati Malaka
Program Swasembada Pangan, input dan proses tidak jelas, apalagi mengharapkan output yg baik. Tapi SN-KT cukup berani dan heboh untuk memberitakan keberhasilan melalui media sosial. Belum cukup sampai disitu, pemerintahan SN-KT bekerjasama dengan salah satu televisi swasta untuk memberikan Award atau penghargaan kepada pencetus program (siluman) yang menipu banyak kalangan. Pada zaman SN-KT dengan program siluman tersebut, stok beras dan jagung sangat kurang maka harga melambung. Namun Pemerintah daerah malah sibuk menerima penghargaan. Ini sebuah ironi sekaligus pembodohan dan penipuan kepada publik.
Semoga masyarakat dengan hati yang jujur dapat memilih pemimpin yang tepat. Yang tidak bersandiwara, tetapi iklas memperhatikan Renu Malaka. Semoga (**)