Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
HeadlineOpiniPendidikan

Tinjauan Kritis Terhadap Konflik Kelas : Kaum Borjuis dan Proletar Perspektif Karl Marx ( Oleh : Marianus Yuventius Bria – 61123061)

562
×

Tinjauan Kritis Terhadap Konflik Kelas : Kaum Borjuis dan Proletar Perspektif Karl Marx ( Oleh : Marianus Yuventius Bria – 61123061)

Sebarkan artikel ini

FAKULTAS FILSAFAT UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG 2024

Abstraksi

Konflik kelas merupakan sebuah fenomena sosial yang menarik untuk dikaji. Konflik kelas itu sendiri juga merupakan sebuah konflik yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan antar kelas yang ada di dalam masyarakat. Ketidakadilan antara kaum penguasa dan pekerja dalam dunia sekarang, bukan lagi merupakan suatu hal hal yang baru. Dimana para penguasa bertindak berdasarkan pada kekuasaan, bukan melalui konsensus dan konformitas. Bertolak dari itu, dalam artikel ini penulis mengambil pendekatan kritis terhadap konflik kelas dari teori Karl Marx, dengan fokus pada perbedaan antara kaum borjuis (pemilik modal) dan proletar(pekerja).

Karl Marx menggambarkan konflik kelas sebagai dinamika utama perkembangan sejarah, di mana pemilik modal (borjuis) dan pekerja (proletar) berjuang untuk mendapatkan sumber daya dan kekuasaan. Analisis ini menyoroti bagaimana kapitalisme cenderung memperburuk kesenjangan ekonomi dan sosial, dimana kaum kapitalis tetap memegang kendali atas alat-alat produksi sementara kaum borjuis mengalami eksploitasi dalam hubungan perburuhan.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan kajian secara pustaka. Dengan menggunakan pendekatan kritis dan melalui kajian secara pustaka, artikel ini mengeksplorasi atau menjelajah konsekuensi ketegangan kelas dalam masyarakat modern, termasuk ketidakstabilan sosial, keterasingan, dan perjuangan pembebasan kelas.

Artikel ini juga, akan membahas mengenai relevansi konflik kelas Marxis dalam konteks kontemporer, menyoroti tantangan dan peluang untuk perubahan sosial dan ekonomi yang lebih adil.

Pendahuluan

Konflik sosial antar kelas merupakan suatu konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan antara dua golongan dalam masyarakat. Berbicara mengenai konflik kelas dalam dunia sekarang bukan lagi menjadi sutau hal yang baru. Konflik antar kelas pun sering terjadi karena persaingan sosial-ekonomi untuk mendapatkan sumber daya antara kelas-kelas sosial, antara miskin dan yang kaya. Dalam struktur sosial yang kompleks, konflik kelas menjadi fokus analisis mendalam dalam teori sosiologi.

Salah satu pemikir utama yang mengembangkan konsep ini adalah Karl Marx yang melalui tulisannya memberikan perspektif mendalam mengenai dinamika konflik antara borjuis dan proletar dalam masyarakat kapitalis.
Marx menunjukkan bahwa konflik kelas adalah kekuatan utama yang mengarahkan perubahan dalam sejarah manusia. Dari perspektif Marxis, konflik antara pemilik modal dan pekerja merupakan inti dari dinamika sosial dan ekonomi, yang menentukan struktur dan arah pembangunan dalam masyarakat.

Hal utama untuk memahami konflik kelas Karl Marx, pertama-tama harus memahami defenisi dari kelas itu sendiri. Kelas itu ditentukan oleh kepemilikan properti. Dari sini Marx memberikan suatu gambaran bahwa dari kepemilikan tersebut, dapat memberi seseorang kekuasaan untuk mengecualikan dan mengasingkan individu lain dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi.

Marx mengidentifikasi dua kelas utama dalam masyarakat kapitalis: burjois, yang memiliki alat produksi seperti tanah, pabrik, dan modal finansial, dan proletar, yaitu pekerja yang menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis untuk mendapatkan upah.

Dinamika antara kedua kelas ini adalah ketegangan dan konflik. Kaum burjois memperoleh keuntungan dari eksploitasi tenaga kerja kaum proletar, yang mengalami keterasingan dan ketidakadilan dalam hubungan perburuhan. Marx percaya bahwa konflik antara kedua kelas ini bukan hanya perebutan kepentingan material, tetapi juga konflik ideologi dan politik yang mendasar.

Bertolak dari berbagai permasalahan yang ada, Marx menawarkan sebuah solusi yakni, dengan menggulingkan para kaum burjois, dan menggantikannya dengan masyarakat sosialis, agar segala bentuk dinamika dalam produksi dikendalikan oleh seluruh masyarakat, bukan individu tertentu.

Tinjauan kritis terhadap konflik sosial antara kaum kapitalis dan buruh, seperti yang dilihat dari perspektif Karl Marx, menggambarkan pertentangan yang muncul dari ketidaksetaraan ekonomi dalam masyarakat kapitalis. Dimana mereka yang memiliki kekuasaan, berlaku semenah-menah, tanpa persetujuan dari masyarakat. Marx menyoroti bahwa konflik ini tidak hanya bersifat individual, melainkan juga mencerminkan perbedaan struktural yang mendasari sistem ekonomi yang tidak merata.

Dalam analisisnya, Marx menekankan bahwa persaingan antara pemilik modal dan pekerja menggambarkan eksploitasi ekonomi yang dialami oleh kelas pekerja. Oleh karena itu, peninjauan kritis terhadap konflik ini tidak hanya mencermati gejala permukaan, tetapi juga menggali akar struktural yang melatarbelakangi pertentangan tersebut, mengajukan pertanyaan tentang ketidakadilan yang mendasarinya.

Dengan memahami perspektif ini, kita dapat memperdalam wawasan tentang dinamika masyarakat kapitalis serta mendorong refleksi kritis terhadap sistem yang ada.
Pada abad ke-21, analisis pemikiran Marxis mengenai konflik kelas tetap penting dan relevan untuk memahami dinamika masyarakat modern yang semakin mengalami perkembangan. Meskipun terdapat beberapa perkembangan yang signifikan dalam ranah ekonomi dan sosial sejak tulisan Marx pada abad kesembilan belas, sifat ketegangan kelas masih dapat diamati dalam semua aspek kehidupan sosial.

Meningkatnya kesenjangan ekonomi, ketimpangan distribusi kekayaan, dan sistem perburuhan yang tidak adil masih menjadi permasalahan utama dalam masyarakat kapitalis kontemporer. Sehingga dari situ, dengan meninjau kembali perspektif Marxis mengenai konflik kelas dapat memberikan wawasan yang lebih baik dan lebih luas mengenai tantangan dan peluang yang dihadapi masyarakat modern dalam mencapai keadilan sosial dan ekonomi.

Bertolak dari permasalahan yang terjadi dikalangan masyarakat yang memiliki klasifikasi kelas-konflik kelas, khususnya dalam konteks hubungan antara kapitalis dan borjuasi. Penulis akan mengeksplorasi atau menjelajah aspek-aspek kunci dari perspektif Marxis, termasuk analisis asal mula dari konflik kelas itu sendiri, dinamika hubungan antar kedua kelas, dan dampak konflik kelas terhadap masyarakat modern.

Dengan mengeksplorasi atau menjelajah konsep-konsep tersebut secara lebih mendalam, penulis bertujuan untuk mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai peran dan dampak konflik kelas dalam pembentukan struktur sosial dan upaya mengubah masyarakat secara lebih adil.

Pembahasan

2.1 Latar belakang pemikiran karl marx tentang konflik kelas

Teori konflik mulai merebak pada tahun 1950an dan 1960an. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional. Pada saat itu, Marx mengajukan konsep dasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Kelas dalam hal ini, menunjukkan masyarakat pada abad ke-19 di Eropa yang dibagi menjadi dua kategori. Pertama, kelas pemilik modal atau borjuis. Kedua, kelas pekerja miskin atau proletar. Kedua kelas tersebut berada dalam struktur sosial hierarkis, di mana kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam hal produksi. Eksploitasi ini akan terus terjadi selama kesadaran semu (false consiousness) diakui dalam diri proletar. Pengakuan tersebut ditandai dengan adanya rasa menyerah diri, dan menerima keadaan tanpa adanya sebuah penolakan apa pun. Kemudian, ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu gerakan revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka . Awal mula pembentukan pemikiran karl marx mengenai konflik kelas mulai bertumbuh ketika ia melihat adanya eksploitasi besar-besaraan yang dilakukan oleh para penguasa atau pemilik modal terhadap para buruh.

Dalam teori kelas Karl Max, Marx mengemukakan bahwa kelas-kelas sosial dapat terbentuk karena adanya faktor-faktor ekonomi seperti hubungan antara kepemilikan alat produksi dan nonkepemilikan alat produksi.

Dalam buku Communist Manifesto, Marx mengidentifikasikan kesenjangan dua kelas yaitu kelas Borjuis dan Proletariat dalam masyarakat kapitalisme .
Marx sering menggunakan teori ini untuk menyatakan sekelompok orang yang berada di dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan control mereka terhadap alat-alat produksi. Bagi marx kelas selalu didefinisikan berdasarkan potensi terhadap konflik,dalam proses produksi kelas terbagi menjadi 2,kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas borjuis adalah nama khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern,yang merupakan kelas atas,dimana mereka mempunyai modal banyak untuk menguasai alat produksi dan memperkerjakan pekerja upahan(buruh). Dan kelas proletar adalah kelas bawah,kelas para buruh,dimana orang yang hanya pekerja dan menerima upah.
Pada dasarnya adanya pembagian kelas akan mengarah pada suatu ekploitasi antara kelas penguasa dan kelas yang dikuasai baik dalam aspek ekonomi maupun politik.

Dengan adanya pembagian kelas ini terjadi keterasingan para pekerja,dimana ada kelas para majikan yang mempunyai segalanya seperti alat-alat produksi dan tentunya modal,dan kelas para buruh yang bekerja menjual tenaganya kepada majikannya. Jadi 2 kelas ini tentu saling membutuhkan satu sama lain,kalau tidak ada para pekerja atau buruh, si majikan ini tidak akan mendapatkan penghasilan,begitu dengan para pekerja jika mereka tidak bekerja dan menjual tenaganya kepada majikanya tentu mereka juga tidak akan mendapatkan penghasilan .

2.2 Teori Konflik dan Kelas Oleh Karl Marx

Teori-teori yang deperkenalkan oleh Karl Marx diantaranya adalah teori konflik dan teori kelas. Teori konflik muncul dari ketidaksetaraan antara kelas proletar dan borjuis, yang dimana kaum borjuis tersebut melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar. Hal inilah yang kemudian menimbulkan apa yang dinamakan demgam ketimpangan sosial ekonomi .

Dalam kaitannya dengan posisi manusia sebagai makhluk sosial, karakter dari konflik itu mulai berkembang, hingga mulai dipahami sebagai konflik sosial dan dimaknai sebagai pertentangan yang terjadi antar anggota masyarakat yang sifatnya menyeluruh dalam struktur kehidupan bermasyarakat . Pemahaman akan konflik sosial kemudian berkembang menjadi suatu teori.

Teori konflik sosial yang berkembang tersebut kemudian dapat dipahami sebagai sekumpulan teori/paradigma yang menjelaskan mengenai peranan konflik, utamanya yang berkaitan dengan berbagai kelompok maupun kelas dalam kehidupan sosial masyarakat . Model konflik yang dikemukakan Marx lebih bersifat dua kelas yang sederhana, yaitu dengan menggunakan seluruh masyarakat sebagai unit analisa, yang dalam hal ini dibagi menjadi dua, pertama, kelompok yang menguasai alat produksi, sedangkan yang kedua, kelompok yang tergantung pada pemilik alat produksi. Sehubungan .

Teori kelas merupakan teori yang dicetuskan oleh Karl Marx sekitar abad 19. Teori tersebut merupakan kritik Karl Marx terhadap sistem perekonomian para kaum liberal yang dipandang akan memberi keuntungan bagi semua pihak yang terlibat. Menurut Karl Marx, terjadi perbedaan kelas dan eksploitasi manusia dalam sistem eknomi liberal tersebut . Bila membahas teori kelas, maka akan banyak menemui istilah kelas sosial. Kelas sosial sendiri sejatinya adalah golongan masyarakat. Kelas sosial juga dapat diartikan sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Kelas sosial baru disebut sebagai kelas sosial dalam arti sesungguhnya apabila secara objektif merupakan golongan sosial dengan kepentingan sendiri dan secara subjektif merupakan golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya .

Karl Marx berpendapat bahwa setiap kelas sosial bertindak sesuai dengan kepentingannya masing-masing, berdasarkan realitas objektif yang dihadapi. Walaupun kaum pemilik modal yang bersikap sosialis, serta golongan pekerja yang telah mengupayakan komunikasi yang baik dengan pemilik modal secara objektif, tetap terdapat kepentingan yang bertentangan satu sama lain .

Konflik akan terjadi jika ada pertentangan diantara kelas-kelas sosial yang ada dalam masyarakat. Teori konflik muncul dari akibat adanya kaum borjuis dan kaum proletar yang dimana kaum borjuis tersebut melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar. Artinya bahwa konflik itu mulai hadir ketika ada pertentangan antara kaum borjuis dan proletar . Bibit konflik mulai nampak dengan adanya pertentangan yang semakin meruncing antara dua kelas yang saling berseteru. Pada situasi ini, mereka yang tegolong dalam kelas proletar, mulai berusaha untuk memperbaiki nasib dengan melakukan perlawanan terhadap mereka yang tergolong dalam kelas borjuasi . Berbagai macam konflik diasumsikan untuk peningkatan adanya kekacauan. Kaum burjois dan kaum tidak pernah berdamai, dengan demikian masyarakat menjadi pecah karena hanya berbeda status ekonomi saja. Konflik akan sering terjadi terhadap dua kelompok ini .

2.3 Kaum Borjuis dan Proletar

Pada saat terjadi revolusi industri di Eropa, muncul stratifikasi sosial yang dibedakan ke dalam dua kelas, yakni kaum borjuis dan kaum proletar. Kaum borjuis mereka memiliki peran yang penting, terutama dalam masyarakat industri. Kedudukan kaum ini berada di posisi paling atas dalam hierarki sosial. Artinya bahwa kaum borjuise menguasai alat produksi, dan memiliki kontrol atas kekayaan, sementara kaum proletar/buruh hanya memiliki tenaga kerja untuk dijual .

Dari kekuasaan dan kepemilikan sumber daya yang dimiliki oleh kaum borjuis, terdapat ketimpangan dalam distribusi kekayaan dan kekuasaan di masyarakat. Kelas buruh/proletar sering mengalami kondisi ekonomi yang lebih sulit dan kurang memiliki akses atas sumber daya yang dibutuhkan untuk kehidupan yang layak, sementara kaum borjuis mendapatkan keuntungan dari eksploitasi buruh.
Kaum proletar merupakan kelas pekerja yang hanya menjual tenaga kerjanya tanpa meraih keuntungan. Proletarisasi merupakan proses pembentukan kelas sosial yang dimulai dari menjual tenaga kerjanya untuk kepentingan kaum borjuis.

Pandangan buruk terhadap kelas ini berasal dari anggapan bahwa kelas proletarian adalah kelas yang paling rendah, kelas buruh yang tidak mempunyai alat produksi sama sekali. Mereka murni hidup dari hasil menjual tenaga-tenaganya. Kaum proletar menggantungkan hidup sepenuhnya kepada para pemilik usaha untuk terus menjaga keberlangsungan hidupnya dengan pekerjaan yang mereka berikan . Kaum proletar yang adalah mayoritas dikuasai oleh kaum borjuis yang minoritas karena mereka memiliki kekuasaan lebih tinggi. Karena pada dasarnya kaum buruh bekerja keras untuk memenuhi kepentingan kaum borjuis agar bisa mendapatkan bayaran untuk kelangsungan hidupnya. Hal inilah yang menimbulkan adanya kaum buruh tersadarkan (class concious) yang melakukan pertentangan terhadap kaum borjuis .

2.4 Relevansi Konflik Kelas dalam Dunia Pekerjaan

Pemikiran Karl Marx mengenai konflik kelas dalam konteks Indonesia sangatlah relevan, khususnya dalam dunia pekerjaan yang dimana terus terjadi ketegangan dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Dalam dunia sekarang yang membagi wilayah antara kaum borjuis [penguasa] dan proletar [buruh] dalam sistem kerja menimbulkan banyak pertentangan, salah satunya Karl Marx dalam pemikirannya mengenai konflik kelas. Pertentangan itu mulai muncul ketika para penguasa menggunakan kekuasaan mereka untuk terus menindas dan mengeksploitasi tenaga kerja yang dimiliki para kaum buruh . Pemikiran Marx tentang konflik antara kelas sosial tetap relevan dalam analisis ketegangan dan ketidaksetaraan di masyarakat saat ini. Isu-isu seperti pertentangan antara pekerja dan pemilik modal, serta pergeseran kekuatan ekonomi yang tidak seimbang, dapat dipahami melalui pandangan konsep kelas sosial Marx .

Marx ingin menunjukkan bahwa segenap laba pemilik modal merupakan pencurian hasil kerja dari buruh, beberapa teori di akan membahas lebih detail bagaimana sebenarnya eksplotatif yang dilakukan oleh kaum kapitalis sehingga tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (1) dan (2) UUD 1945 menyebutkan Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif selain itu hal ini diperkuat Pasal 1, 3, 86, dan 169 (ayat 1 dan 2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia .

Dari pemikiran marx ini, memberikan dasar bagi gerakan sosialis dan revolusioner, serta memperkuat pengertian dan pemahaman kita tentang dinamika dalam Masyarakat yang terbagi dalam kelas-kelas sosial. Berhubung dengan kelas tertindas yaitu kelas proletariat, Marx menegaskan bahwa rencana eksploitasi terhadap mereka telah melahirkan unsur pertentangan kelas yang merangsang keinginan untuk bebas dari belenggu penindasan. Keinginan tersebut kemudiannya menjadi daya penggerak utama kepada mereka untuk membentuk sistem masyarakat sosial yang baru. Hal tersebut, sekiranya membawa mereka berjaya menguasai kuasa-kuasa produktif. Dari situlah usaha untuk mewujudkan kerjasama antara kedua model kelas tersebut semakin terarah. Kuasa produktif mereka adalah kelas revolusioner itu sendiri. Kelas tersebut akan mendesak kepada perubahan struktur sosial melalui cara kekerasan dan kekejaman seperti perampasan kuasa secara revolusi. Ini kerena Marx mengharapkan kelas proletariat menjadi kelas penguasa apabila berjaya merampas kedudukan kelas burjois dan memusatkan segala alat-alat produksi di bawah genggaman kelas buruh .

Kesimpulan

Konflik sosial antar kelas merupakan suatu konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan antara dua golongan dalam masyarakat. Tinjauan kritis terhadap konflik sosial antara kaum kapitalis dan buruh, seperti yang dilihat dari perspektif Karl Marx, menggambarkan pertentangan yang muncul dari ketidaksetaraan ekonomi dalam masyarakat kapitalis.

Tinjauan kritis terhadap konflik kelas dari sudut pandang Karl Marx mengarah pada kesimpulan bahwa Marx menganalisis masyarakat sebagai arena pertarungan antara dua kelas utama: borjuasi (pemilik modal) dan proletariat (pekerja). Perspektif Marx menekankan pada kesenjangan ekonomi, sosial dan politik yang mendasari konflik antara kedua kelas tersebut.
Menurut Marx, kaum borjuis menggunakan kendalinya atas alat-alat produksi untuk mengeksploitasi kaum proletar, sehingga menimbulkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial.

Melalui analisis Marx, konflik kelas dipahami sebagai dinamika yang melekat pada masyarakat kapitalis, dengan kepentingan ekonomi yang dominan menciptakan ketegangan antara pemilik modal dan pekerja. Dalam pandangan Marx, konflik ini tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi, tetapi juga merambah ke struktur politik dan budaya sehingga mempengaruhi seluruh aspek kehidupan sosial.

Kritik Marx terhadap konflik kelas menyoroti ketidakseimbangan dalam distribusi kekuasaan dan sumber daya, yang mengarah pada eksploitasi dan keterasingan kaum proletar.

Dalam pandangan Marx, konflik kelas bukan sekadar pertikaian antar individu atau kelompok, melainkan cerminan kesenjangan struktural dalam masyarakat kapitalis. Oleh karena itu, tinjauan kritis terhadap konflik kelas dari sudut pandang Karl Marx menyoroti pentingnya memahami dinamika kekuasaan dan kesenjangan dalam masyarakat kapitalis. Analisis Marx meningkatkan kesadaran akan peran kelas dalam membentuk struktur sosial dan menyoroti perlunya perubahan menuju sistem yang lebih adil dan merata. (***)

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal:
Iqbal, Muhammad Falih, dan Sugeng Harianto. “Prasangka, Ketidaksetaraan, dan Diskriminasi Gender dalam Kehidupan Mahasiswa Kota Surabaya: Tinjauan Pemikiran Konflik Karl Marx.” Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 8, no. 2 (2022): 187–99.
https://doi.org/10.23887/jiis.v8i2.52926.
Nuraeni, Paridah, Saprudin Saprudin, dan Lusi Susilawati. “Distingsi Kaum Borjuis Dengan Kaum Proletar Dalam Novel ‘Wuthering Heights’ Karya Emily Bronte.” KREDO : Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra 5, no. 1 (2021): 19–34. https://doi.org/10.24176/kredo.v5i1.6268.

Ralf, Bertentangan, dan Ralf Dahrendorf. “Struktur Sosial , Kepentingan Kelompok , dan Kelompok-,” 2018.

Rihanggrahita, Navita Fayola. “Representasi Teori Kelas Karl Marx Pada Film Serial the Hunger Games (Analisa Semiotica Model John Fise).”

Journal of History Education and Historiography, 2016, 1–12.

Rinawati. Teori Konflik Karl Marx. Vol. 1848, 2016.
Semchenko, G. D., V. V. Povshuk, D. A. Brazhnik, E. E. Starolat, I. N. Rozhko, dan L. V. Rudenko. “Creation of a Combined Liquid Phenolfomaldehyde Antioxidant-Modifier for Improving Periclase-Carbon Refractory Life.” Refractories and Industrial Ceramics 56, no. 6 (2016): 644–47.
https://doi.org/10.1007/s11148-016-9905-x.
Syadzali, Ahmad. “Konflik kelas dan fenomena komunisme dalam hubungan struktural menurut pandangan karl marx” 13, no. 1 (2014): 26–36.

T Rahman. “Pertentangan Kelompok di Jemaat Galatia: Analisis Hermeneutik dengan Pendekatan Teori Kelas Karl Marx dalam Galatia 3: 15-29.”

Analisis Perbandingan Produktivitas Kerja Karyawan Sebelum Dan Setelah Pelatihan Pada PT Kuwera Jaya Makassar, 2018, 12–26.

Ushuluddin, Fakultas, Subur Hendriwani, Fakultas Ushuluddin, dan Kelas-kelas Sosal. “Teori Kelas Sosial dan Marxsme Karl Marx” 2, no. 1 (2020): 13–28.

Valentine, Elvira, Marchell Nabil Muhamad, Mochamad Ikhsan, dan Nur Hakim. “Konflik Pulau Rempang Dalam Perspektif Teori Kelas Karl Marx,” no. 2023 (2024): 1–17.
https://doi.org/10.11111/dassollen.xxxxxxx.
Zulfiani, Yayang Nuraini, Nurul Farhana, dan Wilda Oktavianingrum. “Relevansi Teori Karl Marx Dan Ralf Dahrendorf Dalam Implementasi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Sebagai Alat Perwujudan Revolusi Industri 4.0.” Jurnal Dialektika Hukum 4, no. 1 (2022): 40–57.
https://doi.org/10.36859/jdh.v4i1.756.

Internet:

https://tirto.id/penyebab-konflik-dan-teori-konflik-menurut-karl-marx-gbo2, diakses pada 24 April 2024, pukul 17:22

https://www.kompasiana.com/yuna24701/5fa4c9498ede485ac65c6bf3/teori-konflik-kelas-oleh-karl-marx, diakses pada 24 April 2024, pukul 17:30

https://www.kompasiana.com/ewichristantiantika4738/659b800e12d50f1ea2708672/relevansi-pemikiran-karl-marx-dalam-konteks-era-modern?page=all, diakses pada 24 April 2024, pukul 17:35