Malaka – Warga Kecamatan Rinhat mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Malaka agar memfasilitasi warga dengan Pihak Kehutanan untuk menunjukkan dokumen Kawasan Hutan Oenunuh agar tidak membingungkan masyarakat.
Selama ini warga berkebun dan menanam aneka pepohonan namun giliran akan panen hasil sering mendapatkan kesulitan dan teguran dari pihak kehutanan bahkan mau diproses hukum.
Hingga saat ini wargapun belum mengetahui persis dimana letak kawasan hutan negara yang dilindungi pemerintah dan batas-batas tanah yang tidak masuk kawasan hutan.
Pemahaman warga selama ini , Kawasan Hutan Oenunuh itu hanya berada di desa Bo’en, sementara di desa Tafuli 1, Tafuli2 dan Desa Naet tidak masuk dalam kawasan hutan negara. Tapi anehnya, belakangan ini baru diketahui bahwa desa-desa diatas juga wilayahnya masuk Kawasan Hutan negara.
Tokoh Masyarakat Kecamatan Rinhat, Hendrikus Dato kepada wartawan di Naet, Minggu ( 10/7-2022) mengatakan dirinya selama ini tidak pernah mendengar informasi bahwa masyarakat Desa Naet dan beberapa desa tetangga menyerahkan tanah ke Pemerintah untuk dijadikan hutan negara.
” Kami sudah mendatangi DPRD dan Bupati Malaka supaya membantu dan memfasilitasi kami agar bertemu dengan pihak Kehutanan agar menjelaskan kepada kami tentang penetapan desa Naet dan beberapa desa tetangga menjadi kawasan hutan negara”
” Kami minta supaya Pihak Kehutanan bisa menunjukkan dan menjelaskan kepada kami Dokumen kawasan hutan negara, batas-batasnya dimana saja, kapan ditetapkan dan siapa saja yang menyerahkan tanah kami untuk dijadikan kawasan hutan”, ujarnya.
Warga Desa Naet lainnya, Balthasar N. ( Ulu) kepada wartawan mengatakan bingung dengan penjelasan pihak kehutanan saat mendatangi desa Naet untuk menghalau warga yang potong kayu yang ditanam warga di kebunnya sendiri.
” Sebagai masyarakat kami bingung karena Kehutanan saat datang, melarang untuk potong kayu yang kami tanam di kebun garapan sendiri dengan alasan masuk dalam kawasan hutan padahal kami selalu membayar pajak sejak Belu belum mekar hingga Malaka berdiri sendiri”
” Saat mereka datang ke kampung Kehutanan jelaskan ke masyarakat bahwa kawasan hutan negara sampai batas kali Benenai sesuai hasil JPS . Kalau demikian berarti rumah kami juga masuk kawasan hutan dan warga Naet tidak punya lahan garapan lagi untuk bisa tanam pohon yang bisa dipanen sendiri”
” Kami juga heran dengan pihak kehutanan karena sesuai penjelasan yang kami dapat pilar-pilar sebagai pal batas hutan negara sudah ditanam sejak tahun 1982 dan bekas pilarnya masih ada sampai saat ini tetapi belakangan ini sering jadi masalah karena pihak Kehutanan tidak akui pilar yang ditanam itu tetapi lebih percaya pada JPS yang mereka pake saat berkunjung ke desa”
” Misalnya saja, lokasi Sukabi bot berada diluar pilar kurang lebih 1,5 km jauhnya tetapi saat masyarakat potong kayu di kebunnya pihak kehutanan datang dan bawa JPS tunjukkan ke rakyat bahwa Sukabibot masuk kawasan hutan padahal lokasi ini berada diluar pilar yang ditanam sekitar 1,5 km jauhnya”
” Contoh lain, Daerah disekitar pekuburan umum Arak oleh Pihak Kehutanan ditetapkan sebagai kawasan hutan padahal berada diluar pilar yang ditanam sekitar 3 km jauhnya”
” Batas kawasan dengan pemukiman masyarakat dan lahan garapan juga tidak jelas batasnya sehingga sering terjadi konflik dengan kehutanan saat penebangan kayu jati yang ditanam masyarakat”
” Kami sudah tanyakan ke para orang tua ternyata penanaman pilar pal batas itu dilakukan secara diam-diam tanpa melibatkan tokoh masyarakat setempat sehingga praktis masyarakat tidak tahu dan sering protes saat petugas kehutanan datang ke lokasi “, ujarnya.
” Sampai saat ini masih ada pilar yang ditanam dengan jarak tanam dari pilar ke pilar 100 meter , kondisinya ditutupi rumpun bambu dan gewang. Ada juga yang sudah mulai rusak tergerus usia tetapi masih terlihat bekas tanam berupa campuran pasir dan semen. Pada beberapa titik hanya ada tumpukan batu namun tidak bergeser”
” Saat Kehutanan Provinsi datang kami ajak untuk lihat Pal batas di lokasi tetapi mereka tidak mau ketempat Pal ditanam dengan alasan sudah lapar”, ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Malaka, Devi H Ndolu terpisah kepada wartawan mengatakan pihaknya sudah menerima pengaduan warga terkait hal itu.
” Sesuai kewenangan yang dimiliki kita akan mengundang pihak Kehutanan untuk menjelaskan persoalan yang diadukan masyarakat dalam waktu dekat disela sidang DPRD”, ujarnya.
” Supaya fair dan tuntas, pihak Kehutanan harus membawa peta kawasan hutan serta dokumen – dokumen lainnya sehingga persoalan ini bisa jernih dan jelas serta tidak menjadi pertanyaan masyarakat”, jelasnya.
Kepala UPTD Kehutanan Malaka, Maria Yovita Seran saat dikonfirmasi wartawan Jumat, ( 8/7-2022) mengatakan yang disebut Kawasan Hutan Oenunuh itu bukan hanya di Desa Bo’en tetapi juga termasuk desa Tafuli 1, Tafuli 2 , Desa Naet serta beberapa desa tetangga lainnya.
” Penyerahan tanah ke Pemerintah sudah dilakukan sejak jaman Belanda dan tertuang dalam dokumen ”
” Bagi masyarakat yang mau protes silahkan. Mari kita uji dan buktikan saat di pengadilan”, tandasnya. ( boni )