Malaka,-Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena bersama Mitra Kerja BKKBN Perwakilan Prov. NTT Menggelar Kegiatan Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di Kampung Banheni, Desa Alala, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka, Jumat, 17 Juni 2022.
Dalam kegiatan ini Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena hadir dan menyampaikan materi secara virtual, sedangkan Sekretaris BKKBN Perwakilan NTT, Margaretha Imelda Rumondor dan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malaka, Rofinus Bau hadir secara langsung /Luring di lokasi kegiatan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena saat menyampaikan materi secara secara virtual, mengatakan angka stunting di Indonesia sangat menyedihkan karena tertinggi di Asia Tenggara yaitu sebesar 27, 7 persen dan begitu juga provinsi NTT merupakan Provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 37,8 % dan kabupaten/ kota dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Timor Tengah Selatan sebesar 48,3% dan menyusul Timor Tengah Utara 46,7%.
“Angka – angka ini menggambarkan bahwa kita masih butuh kerja keras, kerja besar, kerja bersama untuk menyelesaikan penanganan stunting di seluruh Indonesia, NTT dan kuhusunya kita di Malaka,” ajak Politisi Golkar yang akrab disapa Melki Laka Lena ini.
Melki menegaskan, persoalan stunting tidak saja menjadi urusan pemerintah atau pemangku kepentingan belaka.
“Persoalan stunting adalah persoalan bangsa yang harus kita tuntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi semua kalangan,” tegas Ketua Golkar NTT ini.
Melki Laka Lena mengatakan dampak anak yang terkena stunting sangat mengerikan yaitu berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus, dan juga mengalami hambatan perkembangan kognitif dan motoric danberpotensi mengalami gangguan metabolik pada saat dewasa yaitu rentan terkena penyakit diabetes, obesitas, stroke dan penyakit jantung.
Sedangkan dari aspek ekonomi, potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya akibat dari stunting sebesar 2-3% dari Gross Domestic Product (GDP).
“jika asumsi PDB Indonesia adalah Rp 13.000 triliun, potensi kerugian yang harus ditanggung oleh Indonesia setiap tahunnya dikarenakan stunting saja adalah sebesar 2-3% dari total PDB tersebut, atau sebesar Rp 260-390 triliun,” Sebut Melki Laka Lena.
Untuk penaggulangan stunting, Melki Laka Lena mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. Selain itu menurutnya pencegahan stunting menjadi sangat efektif apa bila dimulai dari 1000 Hari Pertama Kehidupan .
Melki Laka Lena juga menyinggung penggunaan potensi pangan lokal untuk pencegahan stunting seperti sorgum sebagai makanan pengganti nasi yang merupakan sumber pangan tinggi protein. Kata dia, kandungan utama sorgum terdiri atas karbohidrat,Protein, lemak, serat, dan mikonutrien.
Selain itu ada juga daun kelor, antioksidan daun kelor sangat tinggi, kandungan vitamin C di dalamnya 7 kali lipat lebih tinggi daripada jeruk, sementara potasiumnya 15 kali lipat lebih banyak daripada pisang. Ada juga juga kacang-kacangan sebagai salah satu sumber protein tertinggi yang juga merupakan sumber asam folat, zinc, besi dan magnesium yang sangat baik. Ada juga Jewawut, Jewawut ini mengandung Kalsium yang cukup tinggi untuk mencegah pembentukan sel kanker.
Terkait dukungan Komisi IX DPR RI dalam percepatan penurunan stunting, Melki Laka Lena mengatakan pihaknya mendorong BKKBN sebagai panitia pelaksana penurunan stunting secara nasional untuk terus meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi strategi penurunan stunting antar kementerian/lembaga sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan membuat program yang inovatif untuk menurunkan stunting sebanyak 10,4% sebagai upaya pemenuhan target penurunan stunting dari Presiden Jokowi menjadi 14% pada tahun 2024.
Selain itu, Komisi IX DPR RI mendorong pemerintah merealisasikan pemenuhan alat kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan yang diperlukan fasilitas layanan kesehatan untuk percepatan penurunan stunting dan memastikan pemenuhan kesejahteraan dan kesehatan kader keluarga berencana, termasuk keikutsertaan dalam kepesertaan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan kepesertaan PBI.
Sementara Sekretaris Perwakilan BKKBN NTT, Margaretha Rumondor mengatakan keluarga beresiko stunting jika dalam keluarga ada 4 terlalu, yaitu Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering, dan Terlalu Banyak.
“Misalkan dalam keluarga ada empat terlalu. Ada keluarga yang masih muda sekali sudah Hamil. Ada keluarga yang punya anak yang banyak. Lebih dari tiga, empat, lima, enak ke atas. Itu berisiko. Dia akan beresiko Stunting. Ada keluarga yang punya istri sering melahirkan. Tiap tahun melahirkan. Itu juga keluarga beresiko Stunting. Dan terlalu tua. Di atas umur tiga puluh lima masih melahirkan, “ jelasnya.
Margaretha menambahkan, salah satu langkah untuk pencegahan stunting ialah melalui pendekatan terhadap remaja.
“Kalau kita bicara reproduksi, untuk menurunkan stunting itu mulai pendekatan terhadap remaja. Jadi remaja kita juga harus bapa – mama meningatkan mereka untuk tidak salah bergaul, tidak melakukan hubungkan sexsual, tidak nikah dini, dan tidak napza. Jadi Kita tentang penurunan stunting, pendekatan kita terhadap remaja dan calon pengantin,” tegas Margaretha.
Sedangkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Malaka, Rofinus Bau mengatakan pihaknya terus melakukan pemutakhiran data keluarga beresiko dan pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) pada tingkat desa.
“Kita akan melakukan pemutakhiran data keluarga beresiko stunting dan konvergensi lintas sektor. Karena untuk melakukan penanganan dan pencegahan stunting perlu kerjasama lintas sektor. Kita juga akan memfasilitasi pembentukan TPPS tingkat Desa,” ungkap mantan Kadis Pariwisata Kabupaten Malaka ini. ( tim)