Scroll untuk baca artikel
HeadlineLintas Provinsi

“Marwah yang Terpecah”, Refleksi Kritis Hari Marwah Kepri 2025 di Tengah Riak Perbedaan

105
×

“Marwah yang Terpecah”, Refleksi Kritis Hari Marwah Kepri 2025 di Tengah Riak Perbedaan

Sebarkan artikel ini

Radar Malaka, Tanjungpinang – Peringatan Hari Marwah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang jatuh pada 15 Mei 2025 diwarnai dengan tema reflektif: “Marwah yang Terpecah.” Tema ini dipilih bukan tanpa sebab, menjadi cerminan atas dinamika internal dan ketegangan yang belakangan mengemuka di provinsi kepulauan tersebut.

Rangkaian kegiatan dipusatkan di Kota Tanjungpinang, ibu kota Kepri. Ketua Panitia Hari Marwah 2025, Andre, menegaskan bahwa peringatan tahun ini bukan sekadar seremoni tahunan.

“Kegiatan difokuskan di Tanjungpinang. Selain agenda utama, kami juga menyalurkan 100 paket sembako kepada masyarakat di Sei Jang,” ujarnya pada Jumat, 9 Mei 2025.

Agenda pembuka dimulai dengan pameran foto dokumenter perjuangan pembentukan Kepri, yang merekam jejak sejarah dari Mei 1999 hingga September 2002. Pameran ini menjadi pengingat akan panjangnya jalan menuju pemekaran Kepri sebagai provinsi ke-32 di Indonesia.

Rangkaian acara akan berlanjut pada 17 Mei 2025 dengan dialog reflektif bersama organisasi kepemudaan (OKP) dan mahasiswa di Gedung Juang Yayasan BP3KR, Tepi Laut. Dialog ini akan mengangkat kembali semangat perjuangan Badan Pekerja Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR), motor utama pemekaran Kepri dua dekade silam.

Puncak peringatan digelar pada 18 Mei 2025 dalam bentuk forum kebersamaan di Pamedan, Tanjungpinang. Acara ini mengenang Tragedi Samsat 2001, salah satu bab penting dalam perjalanan pembentukan Kepri, serta menghadirkan tokoh-tokoh sejarah, termasuk Jejef Bule yang dikenal sebagai aktor sentral dalam peristiwa tersebut.

Jejef mengingatkan bahwa Hari Marwah tak boleh menjadi panggung bagi perpecahan.

“Kita semua satu tujuan dalam membentuk Kepri. Jangan sampai Hari Marwah dikotori oleh ego pribadi,” ujarnya.

Hal senada disampaikan tokoh sentral pembentukan Kepri, Huzrin Hood. Dia membenarkan bahwa tema “Marwah yang Terpecah” merupakan cerminan kondisi kekinian.

“Tema itu benar. Kita ingin semua pihak merefleksikan perjuangan kita dulu, bukan membawa kepentingan masing-masing,” kata Huzrin.

Ketua GMBP3KR, Basyaruddin Idris atau yang akrab disapa Tok Oom, juga menekankan pentingnya arah peringatan ini untuk masa depan Kepri.

“Kita satu bersama Tok Huzrin Hood dalam berjuang untuk Kepri. Semangat itu jangan padam,” ujarnya.

Hari Marwah merupakan momen sakral yang menandai lahirnya Provinsi Kepri pada tahun 2002. Di tengah riak perbedaan yang muncul belakangan, peringatan tahun ini diharapkan menjadi pengingat bahwa marwah Kepri adalah milik bersama, bukan segelintir kelompok.

Editor: Budi Adriansyah