Malaka – NTT, Pakar Hukum Internasional jebolan UGM Jogjakarta, Dr Yohanes Bernando Seran, SH, M.Hum mengatakan klaim atas Pulau Pasir ( Ashmore Reef) harus diselesaikan melalui Mahkamah International.
Pakar Hukum International itu kepada wartawan, Rabu (26/10-2022) mengatakan ada empat pokok pikiran dalam penyelesaian persoalan diatas.
Pertama, bahwa pihak – pihak yang mengklaim kepemilikan atas pulau pasir ( ashmore reef) dapat menyelesaikannya melalui Mahkamah Internasional ( International Court of Justice) di Belanda. Hal itu dimungkinkan karena fenomena saling klaim tersebut masuk dalam terminologi sengketa internasional karena klaim dilakukan subyek hukum internasional termasuk eksistensi individu – individu sebagaimana ditulis prof. Georges scelle
Kedua, bahwa kepemilikan suatu pulau atau zona baik darat, laut dan udara bukan ditentukan status perolehan suatu wilayah seperti warisan dari orang atau subyek hukum lain dalam hukum internasional. Akan tetapi kepemilikan ( souvereignity) terhadap suatu wilayah dapat ditentukan oleh bukti – bukti hukum ( bewijs recht) dan tata cara kepemilikan terhadap suatu wilayah yang disengketakan. Yurisprudensi penyelesaian klaim atas pulau Sipadan dan Ligitan menggariskan kepemilikan terhadap wilayah yang diklaim oleh banyak negara adalah a). Continous presence. b). Effective occupation dan c) Maintenance and ecology preservation terhadap suatu wilayah.
Ketiga, Oleh karena itu pendapat orang bahwa Pulau Pasir milik Australia karena diwariskan oleh Inggris tahun 1933 adalah tidak benar karena sangat bertentangan dengan Asas Hukum Internasional Moderen terutama Konvensi Hukum Laut UNCLOS 1982 yang mengatur secara jelas bahwa jika jarak dua negara kurang dari 400 mil laut maka berlaku prinsip median line atau pembagian fifty – fifty untuk kepemilikan wilayahnya. Dalam hal ini secara defakto jarak Australia – Timor Leste dan Indonesia kurang dari 400 mil laut.
Keempat, bahwa MOU antara Indonesia dengan Australia yang dibuat tahun 1974 dengan sendirinya gugur dan dinyatakan Batal Demi Hukum ( nietige van recht wege) karena keadaan hukum yang ada sekarang antara Indonesia dengan Australia pasca merdekanya Timor leste sebagai negara berdaulat tahun 1999. Oleh karena itu perlu dibuat perundingan dan perjanjian internasional baik yang bersifat Treaty Contract maupun yang bersifat Law Making Treaty yang melibatkan Indonesia, Australia dan Timor Leste. ( boni)