Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
HeadlineLintas Provinsi

Emak Berjuang Sendirian (Bagian 3)

67
×

Emak Berjuang Sendirian (Bagian 3)

Sebarkan artikel ini

Oleh: Suyono Saeran

Perjalanan hidup seseorang memang terkadang berliku dan penuh batu sandungan. Dan kerasnya kehidupan yang pernah dijalaninya itu, tidak sedikit yang akhirnya menjadikan seseorang mampu tumbuh menjadi sosok yang kuat, pribadi yang tertempa, dan jiwa yang tidak mudah menyerah.

Hal itulah yang dituturkan Ansar Ahmad, ketika menceritakan jalan hidupnya saat baru berumur dua tahun harus menjadi seorang yang yatim. Seorang anak yang harus kehilangan seorang ayah yang dicintainya.

Saat dirinya dan empat saudara kandungnya masih kecil-kecil harus menjalani hidup tanpa seorang ayah yang selama ini menjadi penopang keluarga. Tapi hidup memang harus terus berlanjut. Walau ke depan terasa sulit untuk dilalui karena tiang utama sebagai penyangga keluarga telah tiada. Namun semangat emaknya, walau hanya seorang wanita yang harus berjuang menghidupi keluarga, tidak pernah padam. Apa lagi menyerah.

Sejak kepergian bapaknya, emak Ansar Ahmad, Ijah, tidak punya pilihan selain harus berjuang sendirian menghidupi kelima anak-anaknya. Harus berjuang mati-matian untuk menggantikan posisi bapaknya. Semua dilakukan demi ke lima anaknya. Tidak peduli siang atau malam, emaknya bekerja membanting tulang mencari nafkah demi keluarga.

Terkadang setengah harinya, ia habiskan untuk berjalan sendirian menelusuri jalan, memasuki lorong dan gang, menjajakan sayur yang ia jual ke masyarakat yang mau membelinya. Setengah harinya lagi, emaknya menghabiskan waktu untuk merawat Ansar Ahmad dan saudara-saudaranya yang masih kecil dan butuh perhatian.

Emaknya memang sosok yang mengorbankan banyak hal dalam hidupnya untuk memberi dan membuat bahagia dengan penuh keikhlasan. Dan bagi Ansar Ahmad, pengorbanan emaknya adalah bentuk cinta yang tidak bertepi. Bentuk kasih sayang yang tidak lekang dimakan jaman.

”Ada banyak hal yang sudah beliau berikan untuk kami. Saat kami masih kecil, beliau memberikan hampir seluruh waktu dan tenaganya untuk mengurus anak, keluarga dan rumah. Setiap pagi, saat saya bangun untuk menunaikan sholat subuh, emak telah bangun duluan dan mulai menyiapkan sayuran yang mau dijual dengan berkeliling kampung. Emak juga selalu tidak lupa menyiapkan sarapan untuk kami,” kata Ansar Ahmad mengingat kembali kisah perjuangan sang emak.

Saat dirinya masih SMP, kata Ansar, seringkali emaknya menjajakan sayur dari pagi hingga tengah hari yang terik. Saat itu sayur yang dijajakan emak dibawa dengan digendong dan bukan dinaikkan ke sepeda atau motor.

“Jangankan motor, sepeda pun kami tidak punya. Kami keluarga sederhana. Emak berjualan sayur keliling kampung dengan jalan kaki. Kadang-kadang kakak saya yang nomor dua, Israt Sultana, ikut menemani selama berjualan sayur,” kisahnya.

Seringkali setelah keliling berjualan sayur, di depan anak-anaknya emak menceritakan pengalamannya ketika bertemu seseorang atau mengalami kejadian tertentu yang bisa jadi pembelajaran bagi anak-anaknya.

“Tapi yang membuat kami berlima bahagia adalah ketika emak bilang kalau jualannya laris dan habis. Emak bisa beli beras dan lauk pauk untuk kami,” sambung Ansar Ahmad.

Tidak hanya berjualan sayur, emaknya juga rela bekerja apa saja demi mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Terkadang, emak Ijah juga bekerja membersihkan rumah tetangga atau pun bekerja mencuci baju milik orang lain. Biasanya emak Ijah bekerja mencucikan baju milik orang lain sebelum dirinya keliling kampung untuk berjualan sayuran.

Pernah sekali waktu ketika bekerja mencuci baju milik tetangga, hanya karena kurang wangi dan kurang bersih emak Ijah dimaki-maki dan mendapatkan kata-kata yang tidak semestinya. Dan perlakuan yang diterima emak Ijah tersebut juga diketahui oleh anak-anaknya. Namun hal itu hanya membuat emak Ijah terdiam dan bersabar meski anak tertuanya, Musarat Sultana, tidak terima dengan perlakuan yang diterima oleh emaknya.

“Kak Mus sampai marah dan minta emak tidak menerima cucian lagi. Kata Kak Mus, sudahlah mak, tak usah lagi menerima cucian. Nanti kita cari cara lain untuk mendapatkan rezeki. Bagaimana pun juga, meskipun kita hidup dalam kekurangan, kita masih punya harga diri mak,” kata Ansar Ahmad ketika menirukan ucapan kakak tertuanya yang bernada sedih bercampur marah.

Melihat hal tersebut, Ansar kecil hanya bisa diam saja. Dirinya hanya bisa melihat air mata kakak tertua dan emaknya tumpah di pipi. Ansar Ahmad kecil juga ingin membantu bekerja untuk meringankan beban emaknya. Namun apa yang bisa dilakukan seusianya? Ansar hanya bisa mendekati emaknya dan memeluk.

Emak Ijah kemudian balik memeluk kelima anaknya dan mengatakan, cukuplah dirinya saja yang harus menjalani kegetiran hidup. “Biarkan emak banting tulang. Biarkan emak bekerja apa saja yang penting kamu berlima bisa sekolah dan menjadi anak yang pandai. Kelak kalau kamu tumbuh dewasa dan menjadi orang pintar dan sukses, rasa letih emak sudah terbayar semuanya dengan rasa bahagia yang tidak ternilai,” kata Ansar Ahmad menirukan pesan emaknya.

Ansar Ahmad bisa merasakan betapa berat perjuangan emaknya waktu itu. Meski seharian bekerja mencuci kemudian berjualan sayur dengan jalan kaki keliling kampung, namun begitu sampai di rumah tidak pernah sekali pun menunjukkan wajah yang kelelahan.

Di depan anak-anaknya rasa letih itu dia sembunyikan. Kadang emaknya sengaja menghadirkan senyum yang dipaksakan agar anak-anaknya senang. Tapi sebenarnya Ansar kecil tahu, kalau di punggung emaknya ada beban berat yang harus dipikul agar anak-anaknya bisa terus tumbuh dan mampu meraih mimpi-mimpinya.

Karenanya, bagi Ansar Ahmad emaknya adalah teladan hidup. Emaknya adalah pasak kokoh yang membantunya berdiri dan kuat dalam mengarungi terjalnya tebing kehidupan. Perjalanan hidup emaknya yang penuh catatan merupakan cermin yang menginspirasi tentang pentingnya sebuah keuletan dan konsistensi.

Apa yang sudah dilakukan emaknya adalah kisah perjuangan seorang perempuan tangguh yang tak kenal lelah dalam mengayuh biduk kecil di tengah hempasan gelombang lautan kehidupan. Emaknya ingin biduk kecil yang berisi dirinya dan ke lima anaknya sampai pada pulau impian yang terhampar pasir seputih mutiara yang dihiasi sepoi angin pantai yang sejuk dan hamparan bunga aneka warna…