Radarmalaka.com, Tanjungpinang – Mantan Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) periode 2014-2019 Andi Cori Patahuddin mengatakan, bahwa ‘masyarakat konstruksi’ menolak perusahaan luar (Surabaya) yang melakukan pekerjaan ‘asal jadi’, yang mana dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Group perusahaan asal Surabaya tersebut, diduga merupakan jaringan kelompok konstruksi yang dikoordinir oleh satu orang untuk mengambil pekerjaan di Kepri,” ungkap pria yang akrab disapa Cori ini pada Radarmalaka.com, Jumat, 28 April 2023.
Cori memaparkan, bahwa perusahaan-perusahaan Surabaya itu melaksanakan pekerjaan di Kepri, di antaranya pembangunan Pelantar Kampung Bugis (masih berproses di Kejaksaan Negeri Tanjungpinang) dengan pagu dana puluhan milyar, pembangunan Ruang Kegiatan Belajar (RKB) Universitas Maritim Raja Ali Haji (tidak tuntas, kualitas sangat jelek dan diputus kontrak), pembangunan baru Perkampungan Kumuh tahap 1 di Pulau Penyengat (kualitas asal-asalan dan tidak sesuai dengan perencanaan), dan termasuk proyek di 7 kabupaten/kota lainnya di Kepri.
“Sudah banyak kerugian negara yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok kontruksi dari luar Kepri. Ini sangat miris, Satuan Kerja (Satker) Kementerian di Kepri masih juga memenangkan kelompok-kelompok jaringan konstruksi dari luar Kepri termasuk dari Surabaya,” ujar Cori.
Cori meminta, agar semua element masyarakat untuk dapat mengawasi jaringan-jaringan kejahatan konstruksi yang masuk ke Kepri dari luar Kepri.
“Banyak perusahaan-perusahaan di Kepri yang berkualitas, tetapi tidak dipandang dan diperhatikan (punya tanggung jawab moral yang dibangun Kepri),” kata Cori.
Seharusnya, kata Cori, Aparat Penegak Hukum (APH) dapat turun dan memantau Satker Kementerian yang ada di Kepri, sebab mereka juga kebanyakan orang-orang dari luar Kepri.
“Kami masyarakat konstruksi Tanjungpinang, menolak keras dan akan bergerak,” tegas Cori.
Menurut Cori, jaringan kontraktor dari luar Kepri ini terstruktur, dan ada belasan perusahaan, tetapi satu orang yang mengendalikan, serta 60% menguasai proyek dari APBN di Kepri dan sudah berjalan selama 4 tahun.
“Jaringan ini tetap eksis, walaupun kebanyakan gagal dalam pelaksanaan kegiatan dari tahun ke tahun dan ada indikasi Kelompok Kerja (Pokja) Satker terlibat dalam jaringan mafia proyek infrastruktur di Kepri bersumber dari APBN,” ujar Cori.
Cori mencontohkan, dari kasus tersebut, sudah ada yang menjadi tersangka, yakni Pokja Satker Kementerian, di situ terbuka dan ada pernyataan (indikasi).
“Beberapa kalangan bahkan menerima Rp 2.3 milyar,” ungkap Cori.
Sekali lagi, Cori meminta kepada Pemerintah Provinsi Kepri untuk dapat mengawasi proyek APBN tersebut.
“Dan tidak jatuh ke tangan-tangan jaringan mafia ini, dikarenakan merusak infrastruktur, Kepri khususnya,” ujar Cori.
Cori juga berharap, Pemprov Kepri dapat membatalkan pemenang saat ini, yang dimenangkan oleh jaringan kontraktor Surabaya itu.
Menurut mantan Ketua Gapensi Kepri ini, banyak perusahaan lokal yang memiliki kualitas baik, namun tidak diberi kesempatan, dikarenakan Pokja Satker Kementerian sudah masuk (indikasi) masuk ke jaringan mafia.
“Kami sebagai Masyarkat Jasa Konstruksi tidak akan diam dan tetap mengawasi dan akan mematahkan jaringan yang merusak tatanan konstruksi di Kepri. Dan meminta APH melanjutkan temuan-temuan yang bermasalah untuk diproses lebih lanjut,” tandas Cori.
Editor: Budi Adriansyah