Salah satu Senior dan Anggota Komunitas Alumni Seminari Dekenat Malaka ( ASDM), Benyamin Mali menyebut kasus dugaan persetubuhan anak dibawah umur yang terjadi pada anak belia berumur 13 tahun di Kabupaten Malaka-Provinsi NTT termasuk perbuatan biadab, merusak kemanusian dan masa depan korban .
Untuk itu, semua pihak termasuk Aparat Penegak Hukum ( APH) yang menangani kasus tersebut harus memberikan perhatian dan memiliki komitmen untuk mengawal dan mengusut tuntas kasus tersebut dengan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku tanpa kompromi.
Masyarakat Kabupaten Malaka dan lembaga-lembaga yang berkompeten harus mengawal proses hukum yang sementara digelar agar bisa tuntas sesuai harapan bersama.
Hal itu disampaikan Benyamin Mali kepada wartawan, Jumat ( 6/5-2022).
Benyamin mengatakan perbuatan pelaku kekerasan terhadap anak dibawah umur di Kabupaten Malakaka itu dikategorikan perbuatan biadab sehingga tidak boleh ada kompromi-kompromi hukum. ” Perbuatannya itu BIADAB…merusak kemanusiaan KORBAN…merusak masa depan si korban…sehingga tidak boleh ada kompromi-kompromi yang meringankan pelaku”, ujarnya.
” Saya harus katakan bahwa perbuatan para pelaku secara tidak langsung MERUSAK DIRINYA sendiri…merendahkan martabatnya sendiri”.
” Perbuatan pelecehan seksual kepada anak dibawah umur di Kabupaten Malaka itu menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam diri pelaku”.
” Apa yang tidak beres? Yang tidak beres itu terkait dengan hakikat MANUSIA dan KEMANUSIAAN ”
” Saya katakan hal tersebut terkait hakikat manusia karena dua alasan.
Pertama, Manusia itu sendiri makluk berAKAL-BUDI, ber-HATI-NURANI dan ber-PERASAAN. Oleh 3 kesanggupan / kemampuan psikologis ini, manusia itu BEDA DENGAN BINATANG yang bertindak mengikuti diringan NALURInya sendiri.
Perbuatan pelecehan seksual itu menandakan bahwa si pelaku lebih DIKUASAI DORONGAN PERASAAN NAFSU, tidak lagi oleh AKAL dan NURANInya.
Dominasi NAFSU itu menunjukkan anasir-anasir KEBINATANGAN dalam dirinya, dan dengan demikian si pelaku merendahkan martabat kemanusiaannya yang LUHUR ke tingkat infra-human, jadi sama dengan BINATANG.
Kedua, Kalau si pelaku itu seorang TERDIDIK, perbuatannya itu malah menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai kemanusiaan yang didapatnya selama masa pendidikan TIDAK mendarah daging, padahal pendidikan itu adalah upaya menjadikan manusia SEMAKIN MANUSIAWI…..semakin hidup menurut nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan kata lain, pendidikan GAGAL memanusiakan dia, gagal membentuk dia menjadi manusia yang bertindak seturut pertimbabgan AKAL dan NURANI serta PERASAAN kemanusiaan yang ADIL dan BERADAB”, tutupnya. ( boni)