Oleh: Suyono Saeran
Orang bilang, masa SMA adalah masa paling indah. Karena masa SMA merupakan masa peralihan dari usia kanak-kanak, remaja dan menjelang dewasa. Karenanya, ketika menginjak masa SMA merasakan betapa indahnya betapapun peristiwa yang menghiasinya berwarna kelam atau kelabu.
Entah karena pada masa tersebut seseorang mulai tertantang daya pikir dan nalarnya sehingga sesuai dengan jiwa muda ketika menerima tantangan, adalah merupakan kesempatan untuk mengukur tingkat kematangan diri mereka sendiri ketika menghadapinya dan merupakan kebahagiaan tersendiri ketika dicapai keberhasilan dalam mengatasi tantangan yang dihadapinya itu.
Namun bagi Ansar Ahmad, masa SMA tidak seindah yang dibayangkan oleh banyak orang. Begitu banyak liku-liku perjuangan yang dilaluinya ketika dirinya menginjak usia SMA. Kebiasaannya mengajar ngaji masih dilakukannya ketika Ansar Ahmad sudah duduk di bangku SMA. Di sela-sela mengajar ngaji, berbagai pekerjaan pernah dilakukan Ansar Ahmad demi membantu orang emaknya yang seorang diri menjadi penopang keluarga.
Salah satu pekerjaan yang pernah dilakukan saat dirinya masih SMA adalah menjadi kuli bangunan. Deretan rumah toko (ruko) di dekat Apotek Garuda Jalan Bakar Batu Tanjungpinang jadi saksi ketika Ansar Ahmad mengaduk semen dan mendorong gerobak berisi pasir dan batu untuk pembangunan ruko di daerah itu. Meski masih SMA, Ansar tidak pernah malu bekerja mencari uang meski harus jadi kuli bangunan.
Wak Is (Musarat Sultana), kakaknya yang nomor dua, ingat betul bagaimana Ansar Ahmad kalau hari libur ikut bekerja sebagai kuli bangunan di dekat Apotek Garuda tersebut.
“Dia selalu memakai topi koboi yang lebar dengan celana panjang yang koyak di bagian lutut. Sekali waktu saya pernah melihat dia saat panas yang terik mendorong gerobak dorong berisi adukan semen. Kadang bagian mulut sampai leher dia tutup pakai kain. Ansar orangnya memang rajin bekerja membantu orang tua,” kata Wak Is ketika ingat adiknya bekerja sebagai kuli bangunan.
Ansar Ahmad sendiri mengakui kalau masa SMA-nya memang penuh perjuangan. Di saat emaknya harus berjuang sendiri mencari penghidupan demi lima orang anaknya, membuat Ansar Ahmad prihatin dan kasihan dengan kondisi emaknya. Karena itu Ansar Ahmad sebisanya membantu mencari uang agar beban emaknya bisa sedikit berkurang.
“Dari kecil, kami berlima memang sudah terbiasa bekerja. Kami tidak pernah malu dengan kerja apa saja yang kami lakukan yang penting halal. Mulai dari kerja bantu emak jualan sayur, jualan tapai, jualan jambu, mengajar ngaji, memungut bola tenis serta menjadi kuli bangunan pernah saya lakukan. Yang penting bisa menghasilkan dan membantu emak untuk membeli beras,” kata Ansar Ahmad.
Pernah sekali waktu ketika dirinya ikut bekerja sebagai kuli bangunan di Jalan Gudang Minyak Tanjungpinang tidak mendapatkan bayaran karena uangnya dihabiskan oleh mandor bangunan. Pada hal sudah hampir sebulan Ansar Ahmad bekerja sebagai kuli bangunan di tempat itu. Namun begitu meminta upah dari hasil kerjanya, mandor bangunan tidak pernah menampakkan batang hidungnya di tempat kerja.
“Saya bersama seorang kawan akhirnya mendatangi tempat tinggalnya di Bukit Cermin. Ternyata dia hanya mengontrak kamar kecil bersama anak dan istrinya. Karena kondisi ekonomi mandor bangunan tersebut sangat memprihatinkan, saya tidak jadi meminta upah. Saya ikhlaskan saja karena saya kasihan melihat keluarganya,” kata Ansar Ahmad ketika ingat dirinya tidak dibayar saat jadi kuli bangunan.
Meski dirinya harus bekerja membantu orang tua, namun Ansar Ahmad tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Setiap malam dia belajar rajin dan menyelesaikan soal-soal pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Bahkan karena kecerdasan dan kebiasaannya yang terus rajin belajar, Ansar Ahmad termasuk murid yang pandai di SMA Negeri 2 Tanjungpinang.
Saat masih duduk di bangku SMA, merupakan masa pubertas dimana dalam masa ini diwarnai ketertarikan dengan lawan jenis. Begitu juga dengan Ansar Ahmad yang telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang tinggi, berkulit putih dan berhidung mancung, juga banyak dilirik oleh gadis-gadis seusianya. Namun kebanyakan gadis tersebut mengurungkan niatnya begitu mengetahui kondisi ekonomi yang sebenarnya dari keluarga Ansar Ahmad.
Namun hal tersebut tidak membuatnya patah semangat. Ansar Ahmad memilih fokus belajar dengan rajin dan bekerja membantu orang tuanya. Masa SMA-nya lebih banyak dia isi dengan mengajar ngaji, belajar di sekolah dan membantu orang tua dengan bekerja sebisanya.
Setelah semua dilalui dengan belajar dan bekerja dengan keras, akhirnya Ansar Ahmad bisa menyelesaikan pendidikan SMA nya dengan baik. Semua itu tentu tidak terlepas dari doa dan dorongan emaknya yang begitu kuat agar anak-anaknya kelak bisa sukses dan berhasil di masa depannya. Dorongan emaknya yang begitu kuat selalu menginspirasi Ansar Ahmad untuk terus berusaha dan tidak gampang menyerah dalam menggapai setiap cita-cita serta keinginannya.
“Emak selalu berpesan untuk terus belajar dengan giat. Karena emak tidak ingin anak-anaknya susah dan penuh keprihatinan seperti dirinya. Saya selalu melihat emak berdoa seusai sholat sambil menangis. Doa itu untuk almarhum Bapak dan juga anak-anaknya. Begitu besar perhatian emak kepada kami hingga kami dewasa,” ujarnya pelan.