Scroll untuk baca artikel
Headline

Catatan Pinggir : Menyoal Pemberhentian dan Pengangkatan Sekwan DPRD Malaka ( oleh : Paulus Seran Tahu, SH.,MHum – Advokat/ Pengacara)

196
×

Catatan Pinggir : Menyoal Pemberhentian dan Pengangkatan Sekwan DPRD Malaka ( oleh : Paulus Seran Tahu, SH.,MHum – Advokat/ Pengacara)

Sebarkan artikel ini

Bahwa antara eksekutif dan legislasi merupakan mitra dalam membangun daerah dan mensejahtra masyarakat, sehingga harus menjunjung tinggi nilai – nilai etika peradapan dan saling menghargai satu sama lain (sabete saladi – hakneter haktaek) untuk terciptanya hamonisasi dalam mengemban tugas masing-masing.

Bahwa menyikap polimik khusunya terkait dengan pengangkatan dan pemberhentian sekwan kab. Malaka oleh bupati malaka pada hari jumat tanggal 14 Januari 2022. Bahwa terhadap hal ini ada pernyataan tegas dari Ketua dan wakil ketua DRPD Kab. Malaka bahwa pengangkatan dan pemberhentian terhadap sekwan tidak ada konsultasi dan persetujuan dari pimpinan dewan sehingga cacat hukum.

Bahwa agar menjadi terang maka mari kita mencermati dan menyimak yang apa yang menjadi dasar pengangkatan sekwan;
Bahwa merujuk pada :

1. UU NO.23.2014 Tentang PEMERINTAHAN DAERAH
“Pasal 205 ayat 2 Sekretaris DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 2014 ayat 1 dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD kabupaten/kota yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati/kota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota.

2. UU NO. 17/2014 Tentang MD3
Pasal 420 ayat 2 Sekretariat DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD kabupaten/kota yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati/walikota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota.
Dan

3. PP NO.18/2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH.
Pasal 31 ayat 3 Sekretaris DPRD kabupaten /kota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati/wali kota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota setelah berkonsultasi dengan pimpinan fraksi.

Sedangkan disisi lain ada yang berpendapat bahwa pengangkatan sekwan oleh bupati malaka telah sesuai dengan :
1. UU NO. 5/2014 TTG ASN.
2. PP NO.17/2020 TTG PERUBAHAN ATAS PP NO.11 /2017 TTG MANAGEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Pasal 127 ayat (4) Khusus untuk pejabat tinggi pratama yang memimpin sekretariat DPRD, sebelum ditetapkan oleh PPK dikonsultasikan dengan pimpinan DPRD.

Siapa itu PPK ? Pasal 1 ayat 17 berbunyi Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bahwa dari regulasi diatas telah secara jelas saling menguatkan mengatur tentang prosedur dan tata cara pengangkatan seorang sekwan oleh bupati, sehingga tinggal dijalankan sesuai dengan tahapannya.

Pertama, sesuai Pasal 127 ayat (4) PP NO.17/2020 tentang Perubahan Atas PP NO.11 /2017 tentang Managemen Pegawai Negeri Sipil mengatur bahwa sebelum ditetapkan oleh PPK dikonsultasikan dengan pimpinan dewan, artinya penekanan pada konsultasi oleh PPK sebelum menetapkan seseorang/sekwan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pimpinan dewan.

Bahwa konsultasi dimaksud adalah konsultasi yang dilakukan secara formal antara PPK dengan pimpinan dewan DPRD dan pimpinan dewan berarti terdiri dari ketua dan para wakil ketua.

Bahwa jika konsultasi yang dilakukan oleh PPK hanya dengan salah satu pimpinan dewan DPRD maka hal itu tidak sah/cacat formal karena regulasinya menyasratkan secara tegas konsultasi dengan pimpinan dewan, hal ini tentu untuk menghindari adanya praktek kesewenang-wenangan dan penyalagunaan kewenangan dari para pimpinan itu sendiri;

Sedangkan pada Pasal 205 Ayat (2) UU NO.23.2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 31 Ayat (3) Jo.PP NO. 18 /2016 tentang Perangkat Daerah intinya dikatakan Sekwan Diangkat Dan Diberhetikan Dengan Keputusan Bupati Atas Persetujuan Pimpinan DPRD.

Bahwa hal inipun sudah sangat jelas bahwa sekwan diangkat dengan keputusan bupati atas persetujuan pimpinan dewan.

Bahwa dari semua regulasi diatas yang digunakan sebagai rujukan untuk pengangkatan sekwan tersebut tidak ada adalah sah karena regulasi diatas saling mendukung satu sama lain dalam tahapan prosedur pengangkatan seorang sekwan oleh bupati.

Bahwa hal itu menunjukan tidak ada kekosongan hukum dan tidak ada kontradiktif antara PP No. 18 dengan terakhir PP No. 11, sehingga kurang tepat jika harus mengunakan hak diskresi bupati untuk mengatasi gejolak terkait dengan pengangkatan seorang sekwan di malaka.

Bahwa jika dasar pertimbangannya bupati mengunakan diskresi maka hal itu hanya untuk menunjukan bupati arogan dan telah menyalagunakan kewenangan dengan melanggar aturan yang berlaku.

Bahwa PPK dengan kewenangannya mempunyai kewajiban untuk terlebih dahulu mengkonsultasi hal ini dengan pimpinan dewan untuk mendapatkan masukan, catatan, saran, pendapat dan dukungan dari pimpinan dewan DPRD dalam bentuk tertulis yang kemudian disampaikan kepada bupati sebagai bentuk persetujuan pimpinan DPRD malaka atas pengangkatan seorang sekwan.

Bahwa focus kita adalah apakah pemberhentian dan pengangkatan sekwan telah dikonsultasikan oleh PPK dengan pimpinan dewan ? jika benar PPK telah melaksanakan tugasnya secara konstitusional dengan mengkonsultasikan dengan pimpinan dewan yang terdiri dari ketua dan wakil ketua I dan wakil ketua II secara sah sebagaimana tata tertib yang berlaku maka tidak akan ada pro dan kontra terkait dengan pengangkatan sekwan kab. Malaka sebagaimana yang rame diperbincangan saat ini temasuk penolakan yang tegas oleh ketua dan wakil ketua I DRPD Malaka, bahwa pengangkatan sekwan malaka oleh bupati tanpa ada konsultasi dan persetujuan dari pimpinan DPRD malaka.

Bahwa jika konsultasi PPK dan persetujuan hanya datang dari salah satu pimpinan DPRD malaka maka hal itu premature dan non prosudur serta cacat hukum.

Bahwa konsultasi PPK dengan pimpinan dewan tentunya harus dibuktikan dengan berita acara atau surat sejenisnya yang dibuat untuk itu sebagai bagian dari pertanggungjawaban tertib administrasi.

Bahwa jika keputusan bupati terkait pengangkatan sekwan malaka sudah atas persetujuan pimpinan dewan maka hal itu harus disampaikan secara jujur dan terbuka sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dimasyarakat seolah-oleh bupati tidak paham hukum dan hanya mementingkan kepentingan orang/kelompoknya.

Bahwa atas persetujuan dewan dimaksud adalah persetujuan dari 3 orang pimpinan dewan atau setidak-tidaknya suara mayoritas sebagai konsekuensi dari pimpinan DPRD yang bersifat kolektif koligial yang berlaku dan mengikat bagi para pimpinan dewan, sehingga bila tanpa konsultasi dan tanpa persetujuan dari pimpinan dewan yang tertuang dalam berita acara maka hal tersebut menimbulkan dampak hukum bagi keputusan tersebut menjadi non prosudur/cacat/tidak sah, karena PPK dan bupati telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sewenang-wenang serta menyalagunakan kewenangan yang mengakibatkan adanya kerugian bagi orang lain dan kerugian bagi Negara sehingga merupakan perbuatan melawan hukum bagi pihak lain dan yang merasa dirugikan dengan keputusan ini dapat melakukan perlawanan dengan cara menguji keputusan tersebut di pengadilan tata usaha Negara untuk mendapatkan kepastian dan kemanfaatan hukum. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *